Selasa, 22 Maret 2011

Superwarno 7 (Nuansa VI - Waadaaw)


Daerah putih yang coba ia ciptakan untuk kehidupannya.
Kita sepatutnya terlahir untuk mengenal daerah hitam ke putih yang kita ciptakan sendiri atau dari putih ke hitam, bahkan apabila kita terjebak di daerah abu-abu.

Down sindrom, AHDH dan autism, adalah anak-anak yang memiliki keistimewaan tersendiri. Beberapa memiliki keadaan yang spesial, dan membutuhkan perhatian khusus dari sekelilingnya. Terutama pada orang tuanya, atau saudara sekandungnya. Dari beberapa pakar yang terlibat langsung dengan orang-orang istimewa ini, telah memberikan batasan hitam-putih. Yang kemudian batasan ini menjadi tingkat kemampuan sang anak untuk melewati masa kritisnya untuk menjadi orang yang mampu berinteraksi dengan orang yang hidup wajar-wajar saja.
Mungkin untuk orang yang normal akan mudah menceritakan pada anaknya perbedaan antara hitam dan putih. Sementara untuk mereka yang berada di dunianya sendiri, khusus bagi anak-anak yang mengalami perbedaan ini, bagi kita mereka berada di daerah abu-abu. Dan untuk mengarahkan kemana hitam dan putih itu mungkin akan sulit sekali dan membutuhkan perhatian yang lebih. Dan khusus buat mereka telah tercipta kesetiaan pada tujuan yang ingin dicapai bersama orang-orang yang mengasihinya.
Akan lebih sulit lagi apabila anak-anak ini tumbuh menjadi dewasa dan tentu nantinya harus menentukan dan mengurus semuanya sendiri. Seperti dikejar-kejar waktu bagi pengasuh dan orang pendidik buat mereka memberikan pengertian. Usia tidak bisa menjadi patokan seberapa besar pengertian mereka terhadap hubungan sosialnya. Hubungan selain keluarga dan lingkungan yang biasa ia alami dengan diluar lingkungan yang cendrung berbeda dengan yang dapat ia dapatkan di rumah.
Dulu aku tidak mengetahui keistimewaan yang dimiliki Super Warno itu bernama Autism. Karena dulu pengetahuan tentang kebedaan hidup orang-orang autis sangat minim. Bahkan aku baru tahu kalau ada keistimewaan perhatian bagi orang istimewa ini. Aku juga baru tahu apa itu indigo. Yang biasa aku dengan hanya penyakit jiwa, seperti klepto, stress, maniak, psycho, kesurupan, kesantet dan lainnya.
Belum lagi tentang autis plus-plus, yaitu autis yang juga di barengi dengan kekurangan lainnya, seperti pertumbuhan badannya, atau gejala-gejala lainnya. Sejauh yang ku kenal Super Warno tergolong Autis yang cemerlang berfikir tentang angka-angka. Dan cendrung diam dalam setiap hal. Hanya sesekali kejang-kejang. Dan tidak berefek yang membuatnya tidak sadarkan diri. Barangkali terlalu keras berfikir saja.
Aku hanya membayangkan kehebatan orang tuanya yang tidak memperlakukan Super Warno dengan sifat penolakan. Bahkan aku pernah mendengar ada orang tua yang memasung kaki atau mengikat anak-anaknya di tiang rumah. Atau membuangnya dan membiarkan di jalan-jalan. Keberhasilan Super Warno ini juga keberhasilan orang tuanya. Karena Super Warno berhasil membentuk putih areanya.
Orang yang normal mungkin akan dengan mudah menentukan tujuannya dan setiap saat akan merubah cita-citanya. Hari ini mau jadi dokter setahun kemudian mau jadi polisi. Atau bahkan memiliki kemampuan yang lebih dari Super Warno. Karena Super Warno memiliki dunianya yang tidak mungkin bisa aku mengerti. Maka aku hanya bisa merasakan kediamannya berarti dia tengah berfikir rumus-rumus matematika yang rumit. Atau tengah merumuskan teori ekonomi linear. Atau apalah, yang semuanya berisikan angka-angka.
Acara musik saja tidak membuatnya bergoyang-goyang. Banyak diamnya yang yang aku tak mengerti. Tidak semua orang autis itu sama, ada yang suka menghafalkan lagu, ada yang suka bermain angka dan gambar. Aku sering merasa terjebak di situasi yang aku sendiri ciptakan. Lalu aku segera berusaha keluar dari ketololanku hanya karena aku tidak fokus.  Keistimewaan Super Warno telah membawa jiwa dan ragaku kedalam dunia yang banyak arah ini pada satu arah saja. Mempercayai diri sendiri dan kemampuan yang ada di diri.
Aku mendengar berita tutup usianya Super Warno di kampung halamannya. Aku tak mempertanyakan perkembangannya setelah dia meraih gelar sarjananya. Apakah telah menikah atau belum. Bagaimana keluarganya, sehatkah? Aku hanya pasrahkan pada Tuhan dan berharap Tuhan mengembalikan urat tawa miliknya. Semoga dia bisa tertawa terbahak-bahak di sana. Andaikan aku bisa mengirim sms aku akan ceritakan kelucuan teman-temannya. Lucunya jadi orang normal. Serta aku mengijinkan dia menertawakan ketololanku, kejelekanku, dan apa saja tentang aku.  
Aku belum sempat membawakan piagam rekor MURI untuknya. Untuk rekor tidak tertawa sampai tutup usia. Rekor untuk keteguhan hatinya, yakni bertahan dengan gerakan baris-berbaris yang konsisten walaupun harus berganti-ganti guru. Konsisten untuk membayar apa yang dia pakai jasa dan untuk sesuatu yang dimakan atau diminum. Konsisten tidak memakai celana dalam. Aku juga berdoa agar dia belajar pakai kolor disana, karena cewek-cewek di akhirat katanya cantik-cantik. 
Dia telah memberikan aku semangat dan rasa bersyukur yang dalam. Telah mengajari aku hidup yang penuh warna. Hidup tanpa rasa takut. Termasuk untuk tidak takut jarum suntik dan menahan untuk tidak makan nasi. Bahwa masih ada pengganti nasi yang bisa dimakan sebagai menu utama.
Satu hal yang paling mendalam yang aku peroleh adalah acara baris-berbaris itu merupakan hal sia-sia dan tidak menghasilkan apa-apa. Seorang tidak menjadi lebih baik jika bisa baris-berbaris. Semoga mahasiswa sekarang tidak mengharuskan acara baris-berbaris menjadi agenda penerimaan mahasiswa baru.
Semoga dia memaafkan kejahilan teman-temanku juga kenakalanku. Aku serius memohon maafmu Warno. Kami sangat menghormati dan menyayangimu.


Aku persembahkan buat Almarhum YM di Pdg.
Benar-benar inspirator buatku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar