Senin, 21 Maret 2011

(Hahay Story 006) NENEK (2), TERASA MANIS



Hahay story lagi. Cerita ini sedari SD selalu aku ceritakan pada kalian, temasuk yang sudah pernah mendengarnya atau yang belum. Dan sekarang versi lengkapnya.
Seorang nenek tengah berjalan gontai keluar dari pasar. Tidak punya uang buat belanja apa-apa membuat bertambah gontainya ia berjalan. Membawa keranjang besar hanya berisi ikan kering Kepala Batu seberat satu ons dan Sawi pahit buat sayurannya. Seorang nenek yang sudah banyak makan manis dan pedas hidup ini, merasa tak perlu membeli garam dan cabai yang mahal, cukup ikan asin dan sawi pahit menu hari ini.
Setibanya di luar pasar nenek melihat antrian panjang cewek-cewek seksi, dan ada juga waria-waria genit diantara barisan tersebut. Sedang ada razia dan penyuluhan buat PSK dan mucikarinya. Nenek bertanya-tanya dalam hati ada apa gerangan disana. Lalu ia bertanya pada pemuda sangar yang sedari tadi celingak-celinguk memperhatikan barisan itu, sambil sesekali berdesis dan menggerutu. Pemuda itu seorang mucikari yang meloloskan diri dari penyuluhan tersebut dan sedang tidak enak hati karena PSKnya tertangkap.
“Nak, ada apa yah? Kok rame-rame pada baris? Pake tenda segala dan ada petugasnya juga?” tanya si nenek panjang dan membuat pemuda bertato itu kesal.
Pemuda itu menatap galak dari konde sampai sandal japit si nenek. Menjawab seenak udelnya dengan wajah tak bersahabat, “Huh nenek! Itu tuh lagi ada bagi-bagi permen dan coklat. Kalau nenek mau, gih sana ngantri! Ikutan sana nek!”
  Dengan wajah sumringah nenek tidak mengacuhkan wajah pemuda itu tapi ia membayangkan bisa makan enak. Permen dan coklat, benar-benar manis.
“Sudah sana nek! Jangan dekat-dekat saya. Gih!” pemuda itu mengusir sang nenek pergi. “Makasih ya nak.” Sang nenek berterimakasih sekali, seperti bukan hendak diusir tapi seperti disemangati untuk ikut antri. Sang nenek pun sudah antri, sampai gilirannya tiba diujung barisan nenek pun cengar-cengir masuk ke dalam tenda.
Petugas-petugas yang berwenang melihat sang nenek terheran-heran, tapi nenek berjalan pasti mendekati salah satu meja. Mengambil kursi pelastik dan langsung duduk tanpa disuruh. Petugas yang ada dibalik meja bingung dan salah tingkah. Berusaha profesional, petugas tetap menjalankan tugas dengan baik, lalu menanya beberapa pertanyaan. Siapa nama, umurnya, dan dimana tempat tinggalnya. Sang nenek menjawab lugas dengan senyum dikulum, maklum sudah tua.
“Nama saya nenek, berumur 65 tahun, tinggal disono noh di belakang jembatan layang,” lalu nenek senyum lagi.
Petugas kembali bertanya, “Apa nenek masih sanggup? Apa nenek masih kuat?”
Kembali nenek menjawab sambil tersenyum, “Kalau cuma buat di emut-emut doang sih masih kuat.” Sontak membuat PSK dan waria-waria yang mendengar terbahak-bahak. Dan petugas-petugas yang disana pun terkagum-kagum. Nenek bingung melihat yang lain tertawa.
Lalu petugas itu bertanya lagi, “Sejak kapan nenek bisa-bisanya ikut dengan...” Si petugas tak sampai hati menanyakannya, tetapi karena sudah kewajibannya maka ia meneruskan pertanyaan sambil menunjuk ke arah waria dan PSK lainnya.
“Apa sama seperti yang lain ini?” petugas melanjutkan.
“Oh ya, dari kecil nenek sudah bisa. Kalau di emut kan enak, manis rasanya.” Sang nenek menjawab sambil tersenyum lagi, dan melirik ke sekelilingnya. Sontak jawaban nenek menambah waria dan PSK terpingkal-pingkal.
Wajah petugas-petugas memerah padam menahan malu, kemana saja nenek ini selama ini dan lolos dari tangkapan mereka untuk diberikan penyuluhan. Nenek tambah bingung plus malu, ada apa yang sebenarnya terjadi. Petugas yang sedari tadi bertanya semakin salah tingkah.
“Apa nenek sehat-sehat saja selama ini?” tanyanya lagi.
“Kalau tidak mahu kasih nenek permen dan coklat tidak apa. Tidak usah banyak tanya-tanya, ini itu! Huh. Masak hanya makan permen dan coklat, diemut-emut lagi, bisa membuat nenek sakit? Ya nggak?” nenek murka dan balik bertanya. Sontak waria-waria guling-guling di tanah tidak tahan terbahak-bahak. Kali ini bukan hanya PSK saja yang tertawa tetapi petugas-petugas juga ikutan ketawa. Sang nenek berdiri dari duduknya terheran-heran melihat semua orang menertawakan dirinya.
Petugas yang sedari menanyakan sang nenek tak kuasa melihat nenek kebingungan lalu menjelaskan apa sebenarnya yang mereka lakukan disini. Ada penyuluhan buat PSK dan waria-waria bukan bagi-bagi permen apalagi coklat. Wajah nenek merah menyala penuh dendam pada pemuda yang sudah mengerjainya. “Awas kau! Oh Tuhan, Kau saksi hari ini, izinkan aku ketemu lagi dengan pemuda berengsek itu dan mudahkan pembalasanku.” Nenek sedih dan malu, dalam tangisnya ia memohon adanya pembalasan. Doa orang yang lemah pasti didengar apalagi buat orang yang teraniaya seperti nenek.
Walau nenek telah memberi hiburan sesaat tetapi petugas-petugas itu tidak melupakannya. Lalu petugas menghantar nenek pulang serta membelikan nenek lauk dan sayuran segar buat nenek nikmati harinya bersama kakek hari ini.
Berselang waktu yang lama bertemulah nenek dengan pemuda itu. Nenek mendapatkan ingatannya menua itu tiba-tiba seperti komputer yang refresh, kembali segar. Nenek mendapat kekuatannya mengingat wajah dan ciri-ciri pemuda itu. Pemuda itu sendiri lupa siapa nenek ini. Pemuda itu tadinya sedang merogoh sakunya yang tidak ada isinya lagi. Kemudian pemuda bertato itu mendekati nenek bermaksud hendak menodong.
“Serahkan uangmu nek! Sekarang juga!”
“Wah wah nak, nenek tidak punya uang.”
“Gak mau tau. Harus ada!” pemuda itu memaksa.
“Kalau gitu nenek mau ngasih tahu, kalau kamu mau uang di pabrik lagi butuh orang buat keamanan. Apa anak bisa membantu mereka untuk jadi ketuanya. Ketua keamanan gitu loh nak. Mereka butuh sekarang.” Jawab nenek kalem tanpa ada rasa takut sedikit pun. Entah kekuatan darimana.
“Oh ya nek? Nenek enggak bohong kan?”
“Tidak. Sekarang lagi butuh-butuhnya orang seperti anak ini. Mereka butuh ketua yang kuat.” Sang nenek menjawab penuh kejujuran.
“Oh okelah kalau begitu. Karena nenek sudah ngasih berita baik maka nenek boleh lewat. Hati-hati ya nek!” pemuda bertato itu bersemangat kembali.
“Kamu juga nak, berhati-hatilah dalam hidup.” Sambil tersenyum dikulum nenek pun berlalu, tak bermaksud mengusir tapi nenek mulai merasa takut.
Tiba-tiba pemuda itu menjerit. Nenek terkejut dan gemetar mendengar pemuda itu kembali ke arahnya sambil memanggil-manggil. “Nek! Nek.” Langkah nenek terhenti. Pemuda itu mengulurkan tangannya memeberikan permen. “Sebagai tanda terimakasih, gue punya permen buat nenek. Ambil!” lalu pemuda itu berlari gembira menuju pabrik gula. 
Beberapa menit berselang pemuda bertato itu sudah masuk ke dalam pabrik gula dengan petantang-petenteng tanpa permisi menerobos segerombolan orang. Dari baris paling belakang sampai ke depan ia seradak-seruduk masuk laksana jagoan paling wahid. Lalu berteriak-teriak, “Hoi lu orang lagi nyari ketua! Nih gue ketua kalian!”
Sesampainya di depan, buk, bak, bik, buk, bak, bek, bok. Wajah si pemuda itu bonyok
Tak jauh dari pabrik nenek sedang berjalan santai sambil mengemut permen yang manis. Semuanya terasa sangat manis. Sampai hati nenek pun manis itu terasa melekat kental. Benar-benar menikmatinya.
Sebelum sesaat sang nenek melewati gang sempit ini menuju ke pasar, terdengar olehnya suara gaduh di dalam pabrik gula. Ada segerombolan orang yang sedang mencari musuhnya. Mereka sedang menguasai pabrik itu dan menahan beberapa preman yang ada di sekitar pabrik. “Siapa ketua kalian? Siapa yang paling jago disini, hah? Ayo jawab?” salah satu pemuda hitam dan sangar bertanya pada preman-preman yang sudah mereka gebukin dan disandera dalam ruangan tertutup. Lantaran belum puas belum mendapat jawaban siapa ketua musuh mereka, pemuda hitam itu semakin pitam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar