Senin, 21 Maret 2011

Tahu isi tahu 3 (Kata hati)


Sendiri bukan berarti sendirian, bisa saja disekitar diriku ada makhluk lain yang tak terlihat mataku. Dalam kesendirianku ini aku sering berfikir usil. "Apakah sang Pencipta itu punya rasa humor?", fikiran konyol apa pula ini, datang begitu saja dalam otakku yang mulai menua ini. Lalu mau tahu apa yang terjadi.
Hari ini aku diberi tugas menyetor uang ke Bank A dan B, karena di Bank A antriannya panjang maka aku hanya mengambil nomor urut dan langsung ke Bank B. Karena sudah biasa jadi aku hafal berapa lama waktu yang dibutuhkan di Bank A dan di Bank B, maka aku hanya mengambil nomor urut di Bank A kemudian bergegas ke Bank B untuk transaksi, pasti keburu transaksi di Bank A jika tidak molor di Bank B. Tapi dilalah haram jadah, ternyata di Bank B molor beberapa menit, memang tidak ramai antriannya tetapi komputernya sedang hang. Setelah selesai transaksi aku langsung tancap gas menuju Bank A, sesampainya disana nomor urut yang dipanggil adalah 1 nomor diatas nomorku. Mencoba keberuntungan, aku menanyakan apakah masih bisa nomorku ini dipakai jawabnya adalah aku diwajibkan mengambil nomor antri yang baru. Dengan kesal aku tinggalkan Bank ini dan memutuskan esok harinya saja aku lanjutkan. Aku memilih untuk pulang, karena jaraknya jauh aku memilih siang ini karena menghindari sore, pasti macet gila karena berbarengan dengan jam orang pulang kantor.
Saat melaju diatas motor yang ku punya sekejap kemudian aku mengurangi kecepatan karena di depan lampu merah belakang mobil menyala, tetapi tiba-tiba dari arah belakang seorang pengendara Vespa hijau menyalip ditengah-tengah aku dan mobil itu. Benar-benar mengagetkan aku yang tengah konsentrasi. Sialan. Pengendara lelaki tua, barangkali kakinya kurang awas menginjak tuas rem, aku maafkan saja dan biarkan dia berlalu. Tak berselang lama, setelah jauh ditinggalkan Vespa hijau, tiba-tiba Vespa abu-abu gilirannya menyalipku dari belakang, aku kaget sekali lagi. “Ada apa dengan pengendara Vespa hari ini?” Aku ngedumel. Yang ini tak kumaafkan, ku caci maki eh dia malah selonong boy, anak muda tak tahu diri. Aku biarkan saja dia meninggalkanku yang sedang murka, ya sudahlah. Setiba di perempatan, lampu merah menyala, kontan aku menghentikan putaran roda motor, tiba-tiba Vespa buluk dengan setang yang sudah dimodifikasi menyalip mengambil pit stop paling depan pas didepan motorku. Kali ini bukan karena kecepatannya yang menggangguku tetapi karena berisik knalpot dan asapnya yang mengebul sangat mengganguku. Aku memilih memindahkan motor berada disampingnya dari pada dibelakangnya. “Uedan, gokil, sableng...” aku terus saja mengomel. Setelah lampu hijau aku bergegas meninggalkan Vespa kumuh itu.
Seterusnya, beberapa meter dari lampu hijau tadi setelah aku mulai merasa tenang, tiba-tiba didepan jalananku ada mobil yang bergerak zik zak. Aku cari amannya saja, aku melaju dari sebelah kirinya eh tiba-tiba mobil tersebut juga melaju ke kiri. Posisiku terjepit, aku membunyikan klakson (horn) panjang untuk mengingatkannya. Ternyata supir itu mengantuk di siang bolong. Huuuf, hampir saja, aku berhasil lolos dari maut. Akhirnya lewat, lalu melaju saja meninggalkan beliau dengan kantuknya. Apa yang salah, bisa-bisanya pas ditikungan mendekati rumah aku kebablasan, akhirnya aku memutar balikkan arah motor kembali ke tikungan tadi.  Menengok kanan kiri dan merasa jalanan sepi aku siap memutar arah, tiba-tiba sebuah motor gede (layaknya motor 1.000cc) sedang mengebut dengan gas pol dan dengan mengerem mendadak sepanjang jalan mendekati motorku yang telah berada di setengah penyeberangan menuju balik arah. Kira-kira tinggal beberapa cm saja ia berhasil menghentikan motornya. Entah dari mana datangnya motor itu yang tadi tak terlihat, aku merasa sudah sangat berhati-hati tetapi masih saja hampir celaka. Dengan bersama-sama meminta maaf kami meninggalkan TKP. Aku menatap langit dengan perasaan galau dan penasaran, “Apakah ini caraNya Engkau bercanda?”
Walau akhirnya aku tiba di rumah, aku masih memikirkan kejadian sial yang beruntun terjadi. Dan aku menyimpulkan, jika aku kesal pada satu Vespa maka Sang Kuasa masih banyak Vespa lain yang akan menguji kesabaranku. Jika aku kesal dengan satu kejadian maka Sang Kuasa masih banyak kejadian lain yang akan menguji keberuntunganku. Seperti tahu isi, diisi apapun tetap dipanggil tahu. Sejak dahulu tahu diolah menjadi makanan apa saja tetap dipanggil tahu. Seperti apapun pengetahuanku tentang tahu dari dulu sudah begitu cuma aku baru mulai menyadari saja, kesadaran berkembang.
Jadi apakah Engkau maha Lucu? Jawabannya adalah Ya. Walau terkadang aku merasa kaejadian itu tidak lucu. Seperti menaiki jet coaster, kita berteriak, kita takut, kita gemetaran, tetapi sesudahnya tertawa dan berbagi kegembiraan dengan yang lainnya, lalu mengulanginya lagi. Sebenarnya ciptaanNya selalu memiliki sisi lucu yang selalu bisa kita tertawakan setiap saat.
Beberapa hari kemudian, harinya aku mendapat tugas membayar pajak bumi dan bangunan untuk rumah mamaku. Menuju Bank C aku berfikir, ada kejadian lucu apa lagi hari ini? Saat aku masuk antrian sudah terlanjur panjang dan batas hari pembayaran sudah kasip. Aku ikut mengantri saja, walaupun bakal lama tetapi ya sudahla. Sekoyong-koyong teller mengatakan bahwa pembayaran hari ini tidak bisa dilakukan karena jaringan mengalami gangguan. Lalu teller membagikan kembali kertas alat pembayaran pajak ke pelanggan, termasuk aku antrian paling belakang. Semua pelanggan pulang dengan ngedumel, marah-marah, kesal, aku hanya tersenyum. Saat aku akan meninggalkan Bank tersebut, di pintu masuk ada seseorang kenalan, yang kebetulan tetangga dan masih saudara. Aku bercakap-cakap sebentar dan akan berpamitan, sekoyong-koyong lagi teller tadi memanggilku, katanya sudah bisa on line lagi. Berarti ini layanan kilat tanpa antri. He he he, tahu isi tahu, digoreng enak, digulai juga enak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar