Selasa, 24 Januari 2012

Tukang Pecel (Syukur Vs Sinis)


          Di suatu pagi dengan matahari yang gahar dan pas di pinggiran jalan yang tentram ala pasar basah. Seperti biasa, sejak dipecat Youngghi suka nongkrong di warungnya mpok Yati. Baru saja nyampe langsung memesan pecel dan berniat makan di tempat itu biar bisa nambah kerupuk. Kebanyakan pelanggan mpok Yati adalah orang pekerja kasar dan buruh. Ada juga tukang becak yang mangkal di depan pasar, atau tukang ojek, mulai dari ojek motor sampai ojek payung. Tukang pulung, tukang gali, sampai pelanggan setianya yaitu si tukang obral janji atau biasanya dipanggil si penjual obat yang tidak pernah mengkonsumsi obat buatannya sendiri.
          Younggih tampak lapar sekali menunggu pecelnya belum jadi, maklum ia termasuk antrian yang paling belakang, karena datangnya telat. Dari nongkrong sebelah kaki sampai nongkrong dua kaki, pecel pesanannya belum juga jadi. Sepanjang penantian terdengar percakapan mpok Yati dengan pelanggan tentang kecelakaan yang merenggut nyawa orang lain. Pelakunya tidak sengaja melakukannya bukan karena lalai tetapi memang musibah, salah satu baut penyangga yang seharusnya ia kencangkan tiba-tiba putus dan mengakibatkan separuh jembatan ambruk dan mengakibatkan korban dari sesama pekerja sampai kehilangan nyawa, ada juga korban yang patah tulang.
          Terkenang oleh Younggih, perihalnya melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Meskipun baginya itu adalah kecelakaan kecil, hal itu telah lama terjadi, saat menyadari korban terhadap kecelakaan itu adalah orang lain yang tidak akan Younggih duga sebelumnya, dan juga termasuk rekan kerjanya. Younggih pun terdakwa sebagai penyebab utama kecelakaannya, maka Younggih akan dirasuki rasa penyesalan yang sungguh untuk jangka waktu yang lama.
          Tetapi ada hal yang “sungguh” lainnya, Younggih adalah termasuk “korban” didalamnya, karena Younggih akan dihujat dan diperbesar-besarkan. Dipersalahkan atas kecelakaan kecil lainnya yang bukan Younggih perbuat, walau tetapi telah pernah terjadi dan hampir 99% persis dengan kecelakaan yang Younggih perbuat. Lantas Younggih tertuduh dengan makian bahwa Younggih tidak belajar dari sebuah kesalahan yang tidak Younggih perbuat, atau Younggih disalahkan karena ia kurang belajar, kurang waspada, kurang dan kurang lainnya. Lalu Younggih merenung dan galau. Berusaha mencari pembenaran atau berusaha keluar dari penyesalan.
          Begitu juga keluarga korban kecelakaan itu. Mereka yang menghujat, mencaci maki bahkan menyumpahi. Mereka adalah orang yang dalam kondisi mudah terpengaruhi lingkungan, sangat gampang tersulut oleh tetangga, rekan, sahabat atau lembaga sosial yang anti kecelakaan. Mereka menjadi korban keserakahan diri, korban merasa tinggi hati dan lupa diri. Karena ada sebuah sungguh lainnya, kecelakan kecil adalah kekuasaan Tuhan yang berkehendak atas kecelakaan itu dan padanya. Apalagi jika hal itu terjadi pada salah seorang yang anda cintai. Sesungguhnya celaka lah orang-orang yang berlebihan dan melupakan akar permasalahannya.
          Apakah keadilan itu akan tercapai, jika keluarga korban memperlakukan perbuatan yang sama seperti yang Younggih perbuat terhadap korban? Tentu tidak, karena sepenuhnya murni kecelakaan, sebenarnya Younggih lah yang saat itu tengah mengencangkan baut yang putus pada jembatan itu. Memang ketika baut itu, yang akan Younggih kencangkan, berbeda dari baut yang biasa Younggih pakai. Karena baut itu telah tersedia oleh petugas penyetok di gudang, maka sebagai teknisi pemasangan dan perawatan baut menjadi tugas Younggih. Tanpa memperhatikannya lagi Younggih langsung memasang dan menggantikan baut tersebut pada jembatan yang sedang dalam perawatan dan perbaikan. Terjadilah celaka itu.
          Sekarang Younggih yang telah bebas dari tahanan dan pindah ke kota lain tetapi cerita jembatan itu terdengar lagi oleh telinganya. Betapa sedihnya Younggih. Tak seberapa lama pecel pesanan Younggih pun sampai di hadapannya. Dia atas meja kayu pecel sepiring di tatap hampa, fikiran Younggih masih belum kembali, masih melalang-buana entah kemana. Tersentak kaget ketika mpok Yati menepuk pundaknya. Mata Younggih berkaca-kaca.
“Kamu masih ngantuk Yong?” Tanya mpok Yati.
“Ah… iya habis jaga malam tadi mpok.”
          Younggih berusaha menutupi rahasianya rapat-rapat. Lalu segera ia mengambil sendok dan siap menyuap sesendok penuh pecel masuk kedalam lebarnya mulut Younggih. Sambil mengunyah fikiran Younggih kembali ke masa suram itu lagi. Satu per satu suapan masuk ke mulut tapi fikirannya mulai menjauh. Betapa kosongnya hidup Younggih. Hanya karena sebuah baut ia kehilangan pekerjaan, ia juga diceraikan istri dan ia serasa terusir dari kota tempat kelahirannya. Hati Younggih terenyuh lirih, fikiran bersalahnya pada korban, rekan dan keluarganya seperti menyayat hati. Ia terlalu menyalahkan diri seperti orang-orang itu menyalahkannya.
          Terdengar olehnya pelanggan lain yang baru masuk langsung memesan pecel, mpok Yati menyambutnya dengan hangat dan mempersilahkan duduk. Ibu Leni, seorang ibu paruh baya yang termasuk dalam daftar pelanggan tetap mpok Yati. Ia langsung memulai pembicaraan dan langsung pada topik hangat yang disambut berapi-api oleh mpok Yati. Mereka mulai bercerita lagi, langsung nyambung, kayak bensin tersulut api langsung nyala dan hangat.
          Keduanya tengah menceritakan Susan, yaitu ibu lebih separuh baya lainnya, usianya sekitar empat sampai lima puluhan. Ibu Susan itu curhat tentang kehidupan pribadinya pada sebuah acara di sebuah saluran tv swasta, yang kebetulan ibu Leni menyaksikan acara itu.
“Mpok, mpok nonton gak kemarin pagi bu Susan ada di tv loh?”
“Wah kalau pagi-pagi ndak sempet aku bu Leni. Aku kan harus masak buat dagangan. Emangnya ada apa toh dengan ibu Susan?”
          Ibu Leni dengan sigap menceritakan kronologis ibu Susan ada di tv. Dan menceritakan isi curhat ibu Susan di acara tersebut. Ibu Susan itu dulunya termasuk anak orang kaya dan terpandang. Wajahnya juga cantik. Tapi di usianya sekarang ini semua kesenangan itu mulai menghindar dari dirinya. Mulai dari meninggalnya kedua orangtuanya, sampai ia diceraikan oleh suaminya yang kawin lagi. Sisa hartanya untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari makin lama makin habis termasuk rumahnya, sekarang bu Susan mengontrak petakan kecil. Untuk kebutuhan sehari-hari ia sangat bergantung pada belas kasih adiknya seorang. Dan anak satu-satunya pun putus sekolah hanya sampai smp dan sekarang sedang di bui karena kasus pencurian dan penipuan.
          Lebih parah lagi sekarang ibu Susan mulai sakit-sakitan. Betapa semua kebahagian yang dulu ia miliki satu per satu telah Tuhan pisahkan dari dirinya. Terkadang ibu-ibu pengajian juga ikut membantu urusan dapur bu Susan. Tetapi ibu Susan yang sekarang penuh rasa syukur dan banyak tersenyum. Selalu terbuka dan ramah pada siapa saja, menunjukan dirinya layak untuk dirangkul dan disantuni. Senyum, sapa, dan curhatannya terkadang menyentuh hati setiap orang namun bu Susan tetap tabah dan merendah diri. Memang tak ada lagi yang bisa ia sombongkan dan berharap penuh pada kebaikan dan kesetiakawanan para ibu-ibu tetangga. Di tv pun bu Susan bercerita tanpa ada rasa sesal dan tangis.
“Sekarang kita tau kan? Bu Susan itu jualan ikan teri goreng tepung. Lumayan buat nambah-nambah uang belanjanya sehari-hari.” kata bu Leni.
“Mungkin Tuhan punya rencana lain buat bu Susan. Bukan begitu bu?” mpok Yati menimpali. Sambil duduk bersebelahan, bu Leni makan dengan lahap tapi mulut tetap ngoceh.
“Selama ini kayaknya begitu. Yang penting kan hatinya bu Susan legawa. Walau tubuhnya digerogoti kanker tapi semangat hidupnya terus menyala.”
          Bu Leni seperti kereta ekspres, laju sekali, ngoceh tidak ada jedanya dan mpok Yati lebih banyak mengangguk-angguk setuju dari pada membantah. Sementara di dekat mereka, Younggih mendengarkan dengan tertegun tanpa gerak, hanya kedipan matanya saja. Seluruh badannya membeku, sampai degup jantungnya bergerak perlahan kurang mendapatkan asupan oksigen. Tidak ada satu suap pun pecel masuk kedalam mulutnya, dan pecel yang ada di mulutnya pun tidak ia kunyah dan telan. Seperti terkena sihir Medusa tubuh Younggih membatu. Ia seperti mendapat teguran halus, bahwa usianya masih muda, masih punya banyak kesempatan dan Tuhan belum mengambil kesehatan tubuhnya. Dan Younggih merasa senasib beda sepenanggungan dengan ibu Susan. Ia terlalu terbius sinis orang lain pada kesalahannya sehingga ia melupakan rasa syukurnya. Atas karuniaNya, pada kekuasanNya, karena semua adalah milikNya. Baik itu anugerah atau bencana.    
          Jadi tentunya semua orang tidak akan ingin menjadi penyebab kecelakaan. Semua  orang juga tidak mau menjadi korban kecelakaan. Semua orang tidak mahu terlibat dalam sebuah kecelakaan. Karena kecelakaan itu adalah penyebab utamanya. Semua adalah korban, baik itu korban nyawa atau patah tulang, penyebab kecelakaan pun bisa menjadi korban, dan orang sekitar yang terlibat di dalam sebuah kecelakaan akan menjadi korban sesungguhnya.
         
-o0o-
Tanjung Duren. Aik Sardie

Sabtu, 21 Januari 2012

“Sore #12”


Seorang dalam renungan
diambang sore bertitian kenangan
langit yang tak bertiang ujung tak bertuan
menggelantung mega bisu kelabu membatas jarak
merentas keinginan
menetas keharuan
hanya jutaan wajah tersimpan
kenanga nan indah ku selipkan
pada halaman pertama sebuah catatan
ode labuhan harapan
haluan impian

tiap sore kelabakan

-o0o-
menandai hari 21012012



"Skak Mat"


Merijit pasukan pion terdepan sebagai umpan peluru
cepat tangkas gaya mentri lama-lama tak berarti
melerai kombinasi
kasip langkah lamban gajah menemani laju mentri
atas nama blokir raja bersembunyi dari isu yang dibuat sendiri
lagi-lagi korbankan satu pion pertahankan tahta
keserimpet kuda mati langkah
benteng menunggu termanggu
melihat pasukan pion mati kuda ikut dikorbankan
para gajah malah salah tingkah di depan kaca
raja sedari awal hanya menjaga citra
menyadari kalah taktik oleh cara simpatik
lawan dari awal sudah mengendus bau bangkai
ternyata raja mati terlalu akhir
sebenarnya sejak memilih cara baru kalah oleh gaya lama
pemerintahan anda sudah skak mat tapi perintah tetap ada seolah adi daya
penonton menyaksikan dan tunggu
bagaimana mati gaya pamungkas
-o0o-

Peesesi dan negeri di awan sedang terbang outopilot, keduanya ngotot saling melotot.
Uhuuui kata si Komeng
Menandai hari 18012012



“Kabar Surat Kabar”


Berita yang datang dari jauh jauh
mengatakan kita pengguna bebe terbanyak
aku gak menyalak
bahkan antri patah kaki
badan terinjak dada sesak
pabriknya di tetangga buruhnya kita
kirim tki objek pungli
banggakah kita?

Berita yang sampai dari kemaren kemaren
katanya kita pengguna fesbuk terbanyak
ada penipuan pulsa
ada ngaku-ngaku murah
ada penculikan
ada terorrorjing terojing terojing
banggakah kita?

Kita yang duduk bersama tanpa kata
dengan bebe kita bersame berame-rame
dengan fesbuk kita berembuk empuk
tapi sadarkah dikau
yang jauh terasa dekat
kau di seberang samudera kita bermesage ria
yang dekat terasa jauh
sekeluarga duduk diam diatas meja
tanpa suara hanya kata yang penyampai berita
tangan sibuk ketik huruf dan angka
sampai mau tanya kabar anak lewat inbox
ngajak istri indehoy pake bebe-em
ngecek anak lihat status "udah bobok, tadi mabok"
atau kawatir kalau bahasa kebun binatang dan wc
lebih ngeri lagi kalau sakau pakau plus galau

Heking mancing kemping swiming dan kambing guling
sesaat lupa dan gaptek
atau waktu libur kita hibur dan hape jadi nganggur
lalu kapan kita nyenyong bersama dirumah lagi
bergitar dan bercanda
berkaraoke karo koe selain di inulvista
dulu anak resah turun jadi si Topan anak jalanan
sekarang anak punk menguasai jalanan
lalu mengapa babe bangga putranya mendekap dikamar
dari pada mabok obat dan khamar
lalu mengapa ibu meninggalkan putrinya galau di status
karena ibu juga sibuk buat status
jamannya Ayu dan bang Toyib
di dunia maya mencari pasangan dan sohib
padahal hitungan kawe satu sampai tiga
menyisip diantara nyata

-o0o-
menandai hari 18012012

“Timun Bengkok”


Dibilang oknum saja
walau kriminal
tetap saja penegak hukum

Dibilang saja oknum
walau seorang rohis
tetap saja penjahat

Dibilang oknum semua saja
walau satu tetap bagian semua
walau semua tetap bagian satu
Dibilang semua saja oknum

Nasib engkau si timun bengkok dalam hukum kaum durian

Walau bengkok tetap saja timun
di pisahkan dari karung
tidak lagi dihitung
tetapi timun itu berpesan sambil menangis
“tolong saya jangan dicampur dengan durian”

Oknum tetaplah oknum
tapi bagian tetaplah bagian
jangan palingkan muka
walau hukum bekerja tanpa kedua mata
ke penguasa memicing
ke pesakitan melotot

walau penegak hukum
atau kah cemburu
atau kah karena nama kurang ternama
kalah mentereng dari si bungsu inisial tiga

Letakkan saja timun bengkok di luar karung
di luar ranah durian
karena hukumnya timun hanya untuk timun
busuk untuk busuk
bau untuk bau
bengkok untuk bengkok

-o0o-
Menandai hari, 10012012
teh mengalir disela susu, sandal alat, atau dijanjikannya mati bareng bunuh diri, gara-gara susu setitik rusak alat seperangkat…

“Tarian dan nyanyian hujan featuring anak bunda”


Berkasihan bulir bulir hujan turun perlahan
imajasi pun sejenak tertahan
mengaburkan saat taat dengan suara gemericik
tergelitik hati untuk panggilan cinta rintik-rintik
ritme tarian gemulai rinai
dengan senandung kodok
tampak selaras dengan ketukan tik tik tik tuk tuk tuk ces ces ces
atau angin memainkan perkusi atap seng unik dan desahan dedaunan
jadilah sebuah instrumental
yang terus memanggil manggil
penghuni mungil

Tangan kakinya mulai gatal
tak berkuasa iman
tak lagi hasrat tertahankan
gemas untuk segera menjawab undangan hujan
goal goel lenggak lenggok
dari ujung jemari sampai bibir manyun marum
mulai dari dalam rumah menari-nari
musik yang hanya olehnya terdengar sangat indah
maestro alam mulai memuncak
memasuki paragraf klimaks
partitur reffrein
bibir ranum mengikuti
semakin gemas berlari-lari kecil di depan pintu
sebagai pembatas antara perkarangan dan gejolak hati
menunggu sang bunda memberi restu
senyum tulus penuh merayu
hati ibu luluh penuh
terbuka lah harapan itu

Saat perlahan daun pintu melebar
menyusup lagu lembut yang tadi sayup terdengar
volume menaik nyaring tak lagi samar
bersama tangan angin lembut menyambut
langkah-langkah kaki kecil menuju panggung okestra alam
gemulainya pinggul mengikuti alur cerita hujan
bebas tubuh bermandikan ribuan bulir hujan
tangan dan wajah menengadah
mulut mungil bergumam
melafazkan syair tik tik tik bunyi hujan diatas genting

Senyum bunda penuh bangga
penari alam penerus bangsa
tengah dimanjakan gemulai rinai
tak akan habis waktu untuk melagu
tubuh lelaki kecil berbaju piyama biru
tengah kuyup bersama takjub

Terkesimalah akal akan kumandang alam
bersama dirimu yang terus melagu
membuat otakku mengharu biru
menatapmu fikiran membeku
aku sangat cemburu pada pendengaranmu
iri aku akan kesenanganmu
tak kuasa aku untuk keluar dari kedewasaan
menemanimu menjadi lelaki kecil berfikir kecil
mulai saat ini ku panggil kau guru
ajari aku tarian dan nyanyianmu
temukan diriku dengan bahagia
titipkan juga kegembiraan alam
dalam hati rindu dendam
akhir dari benar-benar lupa atas pura
meninggalkan sejenak batas
karena semua demi panggilan cinta

-o0o-
Demi cinta, menandai hari, dimana bocah main hujan sendiri, aku hanya murid yang menemani.
14012012

“Surat Permohonan Mengalah”


Tikus coklat yang terhormat
bersama surat singkat ini
ku kabarkan tentang kucing biru
dia tak mau lagi melakukan tugasnya
mengejar, menggigit dan mengaum
seperti keluarga kucing lainnya
raja singa yang menjaga rimba
macan tutul yang yang mencari kambing hitam
harimau siliwangi atau sumatera yang hampir punah
dan semua ordo kucing
kucing hutan, kucing kampung sampai kucing garong
semua mengemban tugas masing-masing
tapi tugas kucing biru mulai lalai
ogah mengejar anda
karena ia ingin menikmati keju

Pussy cat biru yang malang
ku kabar kan pada engkau tikus coklat
dia tak menggubris lagi rumor
ia mulai tak acuh
pada tuna hitam putih yang mati suri
atau robin hijau kecil yang terus berkicau
apalagi banteng yang kendinginan di musim banjir seperti ini
pada beringin tua yang masih memendam penasaran
apalagi bulan seperempat yang timbul tenggelam
juga pada kubah hitam yang bungkam
semakin hari ia semakin tampak galau
tak seperti biasanya menutupi isu dengan mencipta lagu
ia hanya hening dalam istana kaca
walau seisi rimba tengah gempar ingin melengserkannya
sampai-sampai cat woman ikut gemes ngadu sama singa
kapan giliran dia kita ganyang kata srigala
anjing gunung hanya mengeluh
semua bangsa anjing mulai rusuh
apalagi anjing buduk ikut-ikutan memperkeruh
tapi padi dan kapas tersurut ambil barisan terbelakang
awan hitam mulai datang menutupi bintang-bintang

Lagi-lagi kucing biru berkelit
dikerjar di lampung ia ada di aceh
diuber kesana eh ia udah ada di papua
biasanya tapir Makasar ikut membantu
kali ini ia mengatur waktu
mengulur-ulur tenaga menjaga nafsu
takut Cendrawasih yang keduluan
semua sudah siap menyulut sumbu
hanya saja menunggu waktu

Tikus coklat yang terhormat
ku butuhkan tenaga dan keluangan fikirmu
bawa serta kerendahan hatimu yang kau simpan di SDB
kurangi dulu kegesitanmu
biarkan kucing biru menangkap salah satu agen mu
agar mengembalikan kepercayaandiri pussy cat
seperti dulu warga rimba yang tidak menebang beringin
walau saat itu tengah tertimpa wabah
atau sekalian kau turunkan titahmu
bahwa tidak ada lagi kucing biru
agar ada kepastian
bahwa isu kiamat itu palsu
walau si kucing biru membisu

Atas perhatian dan kerjasamamu tikus-tikus coklat
aku ucapkan salam
lestarikan kepakan Garuda
jangan sampai berganti hari berganti simbol capung
yakni bersayap empat berekor satu dan berbulu dada empat belas
mohon kerendahan hati mu wahai tikus
sesekali pura-pura menyerahlah
atau kau korbankan salah satu agen mu
pilih yang gemuk dan lamban tapi bisu

Sampai bertemu lagi di pertemuan rimba lainnya
dalam kasus lainnya
dalam projek lainnya
tertanda ular berlidah dua dan naga merah
nb (nambah berita)
jika kau tak bersedia melakukannya
kami keluarga ular siap menggantikan tugas kucing
memberantas tikus sampai tuntas tas tas
jangan merasa terancam
tapi itu juga bagian dari tugas

-o0o-
Menandai hari 13012012;01:12:20