Selasa, 28 Februari 2012

"Melamun"


Minggu pagi tahun 1985
pada jambu bol tumbuh sebatang
tepat bersebelahan rumah
menempel sebagian dahannya pada asbes bergelombang seperti awan yang ku pandang
diketinggian tiga kurang
menyembunyikan diri dari sunyi ruang
rebah meratapi birunya langit bersih
melamun akan tak kuasa pada rasa sedih
ketakutan rasa sakit di dalam dirimu
yang selama ini kau pendam
dan sekarang terkapar bungkam
dalam bilik perawatan panjang
perlahan air bening mengalir
datangnya dari sudut dalam merambah menembus kedua bola mata

Minggu pagi tahun 1986
setelah perjalanan panjang menghantar dirimu
di tempat peristirahatan panjang Balongkore
kembalikan ingatan ku pada sebuah peristirahatan Sekuriti Camp
aku terbayang-bayang luangnya, leganya, lapangnya
setelah itu berlari kebun belakang
terpaku sejenak di tepian kolam
beranjak perlahan di titian kecil menuju tempat duduk panjang
sebuah gazebo di tengah kolam seindah Firdaus
sebuah bale-bale milikmu
lalu beranjak pada sebuah batang umbi karet tua
berdampingan bambu kuning yang juga seumur
diatasnya rumah pohon buah tangan abangku
memanjang dari batang umbi karet sampai ke batang-batang bambu
mengakhiri lamunan akan perpisahan panjang
dengan semua yang kalian bangun
dengan kekuatan punggung dan bahu
tak kuasa aku membendung haru

Minggu pagi tahun 1989
pada ruang dua kali dua di kediaman Dock Yard
satu pintu tanpa atap dan jendela
dibawah lantai menembus cahaya dan pandangku
mengalir air berwarna bak air teh
air tanah gambut bercampur getah damar kering
bercampur kompos hutan Bukit Datuk
atau bercampur fosil Bukit Timah dan bahkan minyak bumi Bukit Jin
kehilangan sentuhan akhir mu
pada bangunan ini
selain bangunan utama dari hasil hati dan fikir mu
kokoh tanpa kalap
tapi ruang ini ruang melamun
tembus kelangit ke tujuh
tiap pagi singgah disini
hanya untuk membuang ambisi
sambil mengikuti hanyut bersama arus lelebut
tepian kali kecil berwarna bening kecoklatan
dengan harum buah cempedak dan berisik mesin diesel
lalu rimbunnya daun cincau
pintu dari seng bertuliskan ruang bermenung
disana aku terpidana

Minggu pagi 1994
pada riak bening air sungai Kayu Tanam
diiringi batang-batang kayu manis
ke tempat yang lebih terbuka
bebatuan aneka warna
lebih ketengah dasar tanah lembut kemerahan
bermaksud bersihkan diri
sebersih langit pagi
bersama angin gunung Singgalang dan Merapi
kabut dari Bukit Tinggi menyertai
lagi-lagi seindah karya musikmu
mengalun indah membelah kawah
mengulur waktu dengan mudah
terlena dalam gundah

Minggu pagi 2000
ke Jakarta
kembali ke realita cinta
tidak ada langit biru
bangun pagi nafas debu menggebu
riuh melata dan gemuruh merata
aku tak bisa melamunkan kamu ayahku
disini aku tak diberi waktu
sesak rasanya kenyataan
hanya berusaha bisa
sekuat tenaga
bersama kasih sayang orang yang tersisa
dan akan nantinya bersama yang lainnya
.... ssssssss
sunyi itu hanya diatas jam dua
beberapa saat saja
huk huk huk
... hening

-o0o-
Menandai hari
21022012
Hari Cermin

Jumat, 17 Februari 2012

“Reformasi”


Reformasi bukan debat di televisi
adalah pengumpulan semua visi dalam satu misi lahir kembali
reformasi untuk satu abad nanti
bukan acara unjuk gigi tetua yang menggunakan senyum cemerlang gigi palsu dan bedak pemutih wajah
pemuda-pemudi yang datang dengan pembaharuan
bukan para muda yang memanfaatkan sorotan tetua lalu dimanfaat
bukan simbiosis mutualis tapi tumbuh dengan sistemis yang berkeadilan
dengan ambisi perubahan yang berbeda dari mereka tetua tapi benar dan tepat
langkah yang pasti
langkah yang berani

Reformasi bukan debat para lawyer dan banker dalam kasus dokter
tentang radang paru-paru dan kanker otak ganas
yang oleh mereka mempercepat pensiun dini adalah yang terbaik
kehadiran para muda yang dinanti akan bicara politik untuk kemakmuran rakyat dan keadilan yang beradab tanpa perdebatan sulit
dalam pilihan-pilihan kebaikan
menghilangkan celah-celah kecurangan
menutup peluang para makelar
semua terlahir percaya diri dan madani

Reformasi itu tidak ada lagu Indonesia Raya penutup acara radio dan tv
karena kami akan menyiarkan dua kali sehari
tepat jarum pendek tepat menunjukan angka dua belas  
tak harus berdiri tapi duduklah di sofa kalian sambil menegakkan dagu tinggi-tinggi
akan bermartabat
akan bermanfaat
tanpa seragam dan atribut bendera partai
tanpa harus mandi siang atau dini hari
dengan radio mobilisasi
dengan tv di kamar mandi
bukan basa basi dan bualisasi
ini harga diri

Reformasi bukan bicara sakit hati dan benci
karena catatan sejarah akan selalu ada keberpihakan
pada yang menakuti dan yang ditakuti
ada catatan langit disebutkan bahwa sejarah akan selalu berulang
malam ke siang, siang ke malam, begitu seterusnya proses kelahiran dan kematian
para muda lah yang mengambil kemudi perubahan
tak usah merisaukan kemakmuran jaman silam
kembali merenda kemenangan masa depan
bangun kembali nusantara baru dengan gelar-gelar lama
yaitu
nusa peri indah
pulau melati pujaan bangsa
rayuan kelapa
negeri kopi
jantung dan paru-paru dunia
negeri khatulistiwa
negri kepulauan
benteng laut dan samudera  
akan diperdengarkan oleh para muda dengan sebait syair, “sejak dulu kala”

Reformasi bukan sekedar reboisasi atau program imunisasi
program keluarga berencana yang dulu menekankan anak
seharusnya sekarang menekankan bapak
terbiasa melihat bapak-bapak pendahulu beranak pinak
sekarang para janda mengasuh anak
tak ada lagi korban kurang gizi
atau bunuh diri
semua terhormat karena keluarga yang bermartabat
semua terpandang dari keturunan yang bermanfaat
bagi sesama para muda
buat sesama para muda

Reformasi adalah cahaya rembulan dan air sungai bening nan sejuk
dapat dinikmati dengan diam
atau mengalunkan keroncong berkolaborasi dengan piyama batik para penyanyi dangdut dan klasik
mencintai produk dalam negri dari kursi dewan sampai boneka jelangkung
menghargai barongsai sampai leak
menganggumi perkusi, kecapi, gendang atau musik berisik
jamu gendong, ramuan madura atau herbal dari para tabib dan habib
resep warteg atau rumah makan salero bundo
menikmati semua tanpa perdebatan rumit
tanpa perusakan dan intimidasi
apalagi sampai kecolongan hak cipta
tanpa tipu muslihat kaum patriat
tanpa merisaukan golongan darah ningrat

Reformasi semua dipandang sebagai warga republik
republik yang publik lahir kembali
yang teguh memegang janji bumi pertiwi
bertanah air Indonesia
bukan partai, bukan golongan, bukan kaum elit dan ekonomi sulit
karena petani butuh tampilan baru yang modern
karena buruh butuh tampilan baru yang sederajat
bukan hanya persamaan gender tapi persamaan kesempatan
bukan keputusan hakim tapi juri dari para ahli
semua itu baru reformasi
semua itu baru republik
semua itu butuh para muda

-o0o-
Menandai hari 17022012


Kamis, 16 Februari 2012

“Bau busuk kegelapan di siang bolong”

Lolongan anjing gila penghisap darah tak akan menakuti langit malam
kejauhan terbias cahaya rembulan pendiam
menggoda nyamuk menikmati jatah kecil-kecilan
merasa cukup memang jatahnya
sementara drakula teridur pulas tergilas lembut angin malam
biasanya siang baru bertugas karena sudah tak takut lagi panasnya mentari
menemani lintah yang semakin memperluas lingkaran setannya
bukan hanya sawah bahkan gudangnya
giliran tikus-tikus yang menjilati remah di malam pekat
karena siang takut terjerat
karena takut bersaing dengan lintah dan drakula

Wajah langit tak terusik
dari dulu sudah begitu adanya
di sanalah asalnya rinduku
dari sanalah asalnya mauku
kapan lagi kegelapan kalbu bukan untuk memburu

Kembalikanlah gelap
hanya untuk...
turun katup kelopak mata menutup akal
gebu deru jantung beristirahat dari kerja berat
merajut mimpi di atas bantal
berselimut dari sejuknya udara murni

sebelum nalar budi luhur tercerabut dari akar
sebelum lestari berakhir menjadi misteri
kami menengadah berharap Dia membantu dengan caraNya
dan Dia selalu tau kelemahan kami saat batas itu tak dapat di lampaui
kesesakan kami saat lingkaran menyempit dan udara mulai berkurang
keletihan kami saat cahaya terselebung dan kesempatan terbendung
lindungi kami karena Kau kekuatan kami sesungguhnya
-o0o-
Menandai hari 17022012

Selasa, 14 Februari 2012

BANGGAKAN SAJA AYAHMU

     Demi sebuah masa lalu, pasti semua anak mempunyai kenangan tentang ayahnya. Tetapi aku tidak memiliki banyak peringatan tentangnya, paling-paling hanya tiga atau empat momen berharga yang dapat aku kenang pasti. Kehidupan masa kecil itu memang aku ingat semua (tapi ternyata tidak, hanya yang dapat terkenang jika memiliki momen tertentu yang berharga untuk diingat, selebihnya terlupakan), bahwa aku memiliki seorang ayah yang humoris dan berwibawa di mata teman-temannya. Beliau fasih bermain gitar, bas betot, bernyanyi, bahkan jaipongan. Aku kenal jurus jaipong ayah yang jitu kalau sedang mengolok-olok ibu ku yang ngomeeeeel seharian. Atau kalau kesal nonton Dunia Dalam Berita beliau goal-goel di depan layar kaca menutupi pandangan kami semua (anak-anaknya) yang sedang menonton, itu artinya kita disuruh lekas masuk kamar dan tidur (sudah malam, bobo’ sana!).
     Aku akan menceritakan satu saja buat kalian, tentang cerita Ayahku yang juga sebagai Paman, Kakek dan Eyang Uyut kalian. Saat itu aku berumur sembilan tahun dan pekerjaan beliau waktu itu adalah Satuan Petugas Keamanan (Satpam) pada sebuah kilang minyak. Tapi tugasnya bukan hanya menjaga kilang saja, beliau menjaga semua sarana dan perumahan milik perusahaan minyak tersebut, sampai jauh ke perbatasan dengan dusun tetangga. Kota ku saat itu masih kota administratif sebelum jadi kota madya. Belum lagi jabatan kepala kompleks khusus Satpam dan juga sebagai kepala blangwir – “camp fire” (karena saat itu beliau merangkap-rangkap jabatan, dan saat itu belum semua orang ahli dalam bidang tersebut). Maklum beliau adalah sebagai veteran AD (tentara) di bagian seni tempur maka dipercayakanlah merangkap-rangkap jabatan tersebut.

 
     Malam itu kebetulan ayah mengajakku dan adikku satu-satunya naik jip dengan bak terbuka di belakangnya, ada satu buah sekop lipat, dua biji gerigen minyak isi 25 liter, dan seutas tali laso dari serabut kelapa yang aku tak tau kira-kira berapa panjangnya. Malam sudah larut, hampir jam setengah 11 malam, tapi aku diajak untuk menemani beliau dan ibuku mengijinkan kami. Dengan mengendarai jip kami diajak berpatroli berkeliling kompleks sampai ke perbatasan dengan kampung sebelah. Waktu itu hutan masih lebat, bahkan ada harimau (datuk atau si belang) yang suka masuk kedalam kompleks. Setelah mengecek semua pagar dan pintu portal jalan keluar-masuk kompleks, maka ini adalah pintu portal yang terakhir. Di luarnya ada warung minum-minum, kami singgah sebentar disana.
     Waktu menunjukan pukul 12 kurang. Kami masuk ke dalam warung lalu duduk sebaris di bangku panjang dari papan. Dalam warung berdindingkan susunan papan dan beralas tanah padat, tersusun dua meja panjang  bersaff dan satu meja kecil yang jadi imamnya tempat kasir. Di dindingnya tersusun minuman seperti rak, ada soda, limun, dan jamu dalam botol-botol bekas sirup beraneka ragam (termasuk anggur dan angker bir). Ayah memesankan dua susu soda untuk ku dan adik. Sementara ayah sendiri membeli segelas kopi susu dan sebotol anggur (berlambang orang tua berjanggut putih panjang) untuk dibawa pulang. Beliau berbincang-bincang dengan temannya yang juga veteran perang berambut cepak. Mereka tertawa penuh kelakar. Aku tersenyum memperhatikan. Setelah susu soda habis adikku merajuk minta pulang. Ayah menggembok portal dan kemudian mengemudikan mobil jip itu mengajak kami pulang.
     Sesampainya di rumah ternyata ibu sudah menunggu kedatangan kami. Kami duduk di ruang makan sebelah dapur. Ayah membuka botol anggur yang dibelinya lalu menuangkan kedalam 2 gelas kecil dan mengisinya setengah, kemudian diberikan kepadaku dan satunya diminum sendiri, karena (mungkin) adikku masih kecil beliau tidak memberinya. Belum sempat aku meneguknya tiba-tiba suara ibu menghardik, “Jangan kasih minuman itu nanti anakmu mabuk!” Aku terkejut, apa ini minuman memabukkan, atau sejenisnya. Lalu ayahku menjelaskan pada ibuku, “Gak apa-apa kok bu, ini biar dia enggak masuk angin.” Ibuku menggangguk saja mendengar penjelasan ayah. Setahuku (sejauh yang aku kenal) ayahku bukan seorang pemabuk, tetapi dia perokok berat.
     Setelah meneguknya memang terasa hangat sekujur tubuhku. Sementara adikku sudah tertidur di paha ayah. Malam itu ayah berwejangan buat diriku, “Kamu kalau mau nakal ingat umur! Kalau bisa jangan nakal, kalau mau nakal juga, yah nakal lah sewaktu muda, kalau sudah tua jangan nakal lagi...” dan seterusnya yang aku pun sudah tak ingat lagi, keburu ngantuk. 

 
     Nah pesan itulah yang masih ku ingat sampai sekarang ini. Memang sepanjang aku hidup tidak pernah memikirkan apa maksud dan tujuan ayah mengatakan itu. Apa karena efek minuman anggur? Aku rasa juga bukan. Karena ayah bukan pemabuk tapi menangkap orang mabuk sih sering. Setelah dewasa aku baru tau kalau minuman anggur itu memang memabukkan, tapi jamu tolak angin pun bisa memabukkan jika meminumnya berlebihan (jamu tolak angin ukuran satu sachet jika dituang penuh kedalam gelas besar lalu diteguk habis, pasti memabukkan, dada terasa panas, otak mulai limbung hilang kesimbangan). Berarti saat beliau mengatakan perihal itu beliau sedang tidak mabuk.
     Dan selama aku kecil dan tumbuh dewasa memang banyak kenakalan yang sudah aku perbuat. Dan dimana suatu saat adalah titik aku memahami kata yang diwasiatkan untukku itu, di saat itu aku harus akui wasiat itu adalah benar adanya. Aku harus berhenti menjadi anak-anak atau orang muda yang nakal. Saat menjadi orang mulai mengerti umur aku harus menjadi panutan, berarti aku harus berhenti nakal. Aku tahu ayahku perokok berat, maka aku tak mau mengikutinya agar yang manut dan mengikuti panutanku bisa memilih mana yang baik, mana pula yang nakal.
     Ayahku memang tidak banyak memberi nasehat kepada ku. Bukan karena beliau pelit nasehat tetapi beliau keburu wafat. Jadi memang tak banyak yang ku dapat langsung dari ajaran beliau. Lalu aku mencari tau siapa dan bagaimana sebenarnya ayahku. Selama pencarian itu memang ada juga nada sumbang dari teman-teman beliau yang membuat aku menangis, tetapi yang membuat aku bangga dan membahagiakan adalah jasa dan amal baik ayahku justru lebih buaaanyaak dibanding nada sumbangnya.
     Seperti halnya ayah ku, ada seorang guru yang cukup berkenan buatku untuk mencari jati diri ayah ku. Beliau adalah Husni Thamrin, seorang guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sewaktu aku duduk di kelas lima dan enam. Saat aku menduduki kelas enam aku mulai jarang berinteraksi dengan ayah dikarenakan ayah mulai sakit-sakitan dan banyak menghabiskan sisa waktunya di rumah sakit. Pak Hussni itu mengajarkan ilmu alam dengan caranya sendiri, yakni memberikan selingan dongeng disela-sela pengajaran ilmu alam yang dikuasainya.       Menurutnya ilmu alam adalah ilmu yang menceritakan alam. Dan selalu menceritakan tentang betapa hebatnya menjadi seorang anak alam yaitu anak laki-laki kecil, anak dewasa atau juga menjadi ayah. Cerita dan dongeng yang beliau ceritakan kepada kami adalah cerita yang ia karang-karang sendiri atau dari buku bacaan yang beliau baca. Tetapi itu sangat menginspirasikanku tentang pencarian sosok ayah.

 
     Jangan bayangkan beliau seperti MH Thamrin yang pahlawan itu, tetapi beliau hanya seorang guru yang bersahaja, tak pernah memberikan kami ulangan. Hanya saja kalau tidak bisa menjawab pertanyaan beliau hukumannya adalah memunguti sampah di sekitar kelas dan ruang guru. Aku sering mengacungkan tangan hanya ingin menjawab benar pertanyaan beliau tetapi selalu saja aku yang kebagian memunguti sampah. Karena ilmu alam maka alam sekitar kita harus bersih dulu baru bisa mengerti apa itu ilmu alam sebenarnya. Benar-benar jitu.
     Kedua sosok ini saling berkaitan, disaat aku mulai kurang berinteraksi lagi dengan ayah dikarenakan sakit, entah mengapa Tuhan memberikan aku sosok lain seorang ayah dalam diri Husni Thamrin, guru penakluk alam. Sayang setelah aku menamatkan sekolah dasar aku harus berpisah dengan keduanya, ayahku wafat dan pak Husni tetap mengajar di SD sedangkan aku harus naik ke SMP. Tetapi perpisahan ini adalah awal pencarian ayahku, sosok ayah, dan ayah-ayah lainnya. Semakin aku mencari apa itu ayah semakin aku menemukan siapa diriku sebenarnya.
-o0o-
Kisahku, 15022012.
Diibaratkan sebuah telur. Masa yang sempurna itu hanyalah bagian kuning telur. Gabungan antara masa tua dan masa kecil adalah bahagian dari putih telur. Dan sianya adalah ruang udara diibaratkan sebagai bagian masa hampa (kekosongan hidup).
Usia sempurna manusia itu pendek walaupun umur dianggap panjang diantara makhluk lain ciptaanNya, sisanya hanyalah kehampaan dan kealpaan bahwa diri tumbuh menjadi anak-anak dan menua.

Cerita Uyung & Amak (Sesi Hemat)

Hemat Pangkal Cerdas.

Paman sedang membersihkan goloknya dan kemudian mencuci kaki. Di belakangnya Uyung mengikuti, mencuci kaki dan sandal jepitnya yang melekat tanah lempung merah.

"Yung, apa pulsa amak kau masih ado?"
"Masih paman. Kami berusaha hemat paman! Bukankah hemat itu pangkal kaya?"
"Apa benar demikian Yung?"
"Kan kami bisa menghemat uang kami, dan uangnya bisa buat yang lain paman."
"Kalau macam tuh kapan kau nak jadi kaya, kau bilang hemat bisa buat engkau kaya?"
"Ah iyo jugak ya paman, kalau macam tuh berarti hemat bukan pangkal kaya, yak? Habis tu, apo jadinya paman?"
"Kubilang ke kau ye! Hemat itu memang pangkal kaya kalau tak de pemborosan yang merugikan. Jadi sebetulnya hemat itu menunjukan kecerdasan seseorang. Ngerti ndak kau Yung?"

Uyung mengangguk setuju sambil matanya melirik ke dahinya (hal mustahil berhasil bisa melihat kerut dahinya sendiri), berfikir keras.

-o0o-

Guru Pangkal Kaya

Uyung yang baru pulang dari kebun pamannya langsung masuk rumah tanpa mengucapkan salam. Amaknya terkejut lalu memarahi kebiasaan buruknya.
“Ada perihal apa kau terburu-buru nih?” tanya amak dengan nada yang mulai tenang karena melihat senyum Uyung mengembang. Lalu tangan Uyung menjulur memberikan upah kerja di rumah paman kepada ibunya.

“Kau terima bonus ke? Kan belum mase bergaji nih?”
“Iye mak oi. Ini upah karena Uyung bisa menjawab setiap ujian pertanyaan yang paman bagi buatku.”
“Memangnya ade upah macam tuh?”
“Ade laah mak oi. Ini buktinye.”
“Setau amak tak ade yang memperkerjakan orang untuk menjawab pertanyaan sebagai upahnya dia dibagi duit.”
“Bukan macam tu pulak mak. Setiap yang Uyung pelajari dari pelajaran yang Uyung dapat dari paman itu harus Uyung ajarkan pulak kepada Murni, Siti dan Fajri, anak-anaknya paman. Jadiiii, Uyung itu harus membagikan pulak sama mereka lalu Uyung diberi upah sama paman sebagai pengganti paman kalau tak sempat mengajarkan mereka.”
“Ah macam tuh rupanye. Maklumlaah, Yung. Amak nie kan Cuma tamatan sekolah rakyat. Untung juga ya kau, masih kecik tapi sudah setinggi ilmu paman kau tu ye?”
“Iye laah mak, kan anak Amak!”
Ha ha ha ha, keduanya tertawa penuh bahagia sambil membayangkan nantinya Uyung akan menggantikan paman dan memimpin kampung ini.

-o0o-

Minggu, 12 Februari 2012

“Catatan Akhir”

Laksana suara jeritan bocah bahagia
seperti meracau
mengatakan
jangan berjalan dibayang-bayang seseorang
mengatakan
aku akan selalu mencintaimu
mengatakan
aku tidak memiliki apa-apa
sebelumnya ia punya segalanya
tapi ia keburu tewas
dalam kamar sendirian
tanpa kerabat apalagi sobat
meregang karena kelebihan obat
tak lagi ada kata tobat
terperangkap dalam tubuh tua dengan sindrom kaya
dan dulu ternama
semua teman ingin berbagi bersama
tapi kau tak berdaya
tertulis dalam sesobek kertas
mengatakan
terbunuh sepi

-o0o-
Hari bagai cermin
12022012

“Puisi Jambu Monyet”

Tadinya puisi ku memanggil-manggil para TKI pulang
jangan pulang!
karena ijon menguasai pupuk dan bibit
belum lagi hama wereng
dan biang logistik yang celeng
kirim saja duitmu dari sana!

Tadinya puisi ku menghimbau pedagang sukses di manca negara pulang
jangan pulang!
tetaplah berdagang disana
disini banyak koruptor bangun pagi
belum lagi pungli
makelar kasus sampai makelar kakus yang bermilyar
kirim saja pitih dan money mu dari sono!

Tadinya puisi ku ini mermbujuk rayu sarjana dan pemikir sakti yang ada diluar negri pulang
jangan pulang!
karena nanti disini akan dijiplak
akan ada perbedaan visi
cakap gaji belum cakap kerja belum cakap umur
banyak manipulasi dan mark-up
kirim saja dollarmu dari situ!

untuk yang tidak mampu kirim doku
doa saja sudah cukup

-o0o-
Menandai hari 11022012 pukul 12:38 •

Kamis, 09 Februari 2012

Mahaguru dan Hujan

    Selagi berjalan-jalan dengan murid-muridnya tiba-tiba hujan menderas. Mereka pun berteduh di sebuah pendopo. Sambil bercanda dan memakan camilan yang dibawa masing-masing. Hari ini mahaguru mentraktir makan angin, hanya makan angin. Mahamuridnya selalu mau dan senang bila berjalan-jalan di alam terbuka sambil mempelajari apa saja, karena di dalam ruangan kelas seperti sangkar emas dan tiada ruang lapang untuk berimajinasi.
     Selalu saja mahamuridnya dilibatkan oleh pertanyaan mahaguru yang penuh imajiner. Ditengah percakapan mahamuridnya yang riuh mahaguru menyela dengan suara lantang memberikan pertanyaan, "Apa bedanya berilmu dan beragama?"
     Pertanyaan yang bagi mahamuridnya ini adalah pertanyaan sulit. Lalu ada yang memberanikan diri menjawab, "kalau beragama perlu ilmu kalau berilmu belum tentu perlu agama."
Suara riuh murid lainnya tengah berbincang.
     Mahaguru hanya mengangguk sambil menunjuk jarinya kepada mahamuridnya tadi dengan gaya penuh kharisma, "Bukankah orang yang penemu banyak dari orang beragama?"
     Sambil menunggu sebentar lagi hujan mereda dan menunggu mahamuridnya menjawab kuis karakter yang dibuatnya. Yang ditunggu beliau datang juga.
"Bapak, bukankah ini hanya masalah prinsipalnya antara mengamalkan dan meyakini. Bagi orang yang mencari ilmu, dia akan menemukan dan mentela'ah apa yang di-ilmukan olehnya. Ia akan mengamalkannya terlebih dahulu baru ia percaya dan yakin." Kata salah seorang mahamuridnya sambil terbatuk-batuk karena cuaca dingin. Dia terdiam sejenak.
Beliau menganggukkan kepalanya perlahan penuh percaya diri. "Lalu?"
"Sedangkan seorang yang beragama, orang itu akan percaya dan yakin terlebih dahulu, baru ia mengamalkannya."
     Mahaguru mengangguk kencang. Sepertinya beliau senang akan kemajuan amal dan ilmu mahamuridnya. Hujan makin mereda dan kelar sudah. Jalanan becek, tetapi mahaguru tetap melanjutkan langkah sambil berhati-hati menjejakkan kaki. Dibelakangnya mahamurid mengikuti.
 -o0o-
Jumat ketemu Jumat
Hujan kembali hujan
Jakarta ke Surakarta kembali ke Jakarta
Akhir Januari ke awal February, 2012

Cerita Uyung & Amak (Sesi Misteri)

Ayahnya Ayam

Uyung yang baru pulang dari ternak bang Udin langsung menyinggahkan diri ke rumah pamannya. Paman sedang menyabut sabut kelapa tua yang baru tadi pagi dipetik Uyung.
"Paman, kenapa ayam-ayam bang Udin itu bisa bertelur sendirik tanpa dikawini sama si jago?"
"Ah kau, bukan mengucapkan salam terlebeh dahulu. Apa hal kau ni?"
"Itu ayam-ayam bang Udin bertelur sendiri. Kalau tak dikawini si jago, berarti anak-anak ayam itu tak ade bapaknyo? Bukan kah begitu paman?"
"Itu kuasa Allah Yuuuung. Tidak semua binatang bisa macam tuh. Tengok cacing tu! Dia jugak bertelur tanpa ada proses pembuahan. Allah sudah berkuasa atas segala sesuatuNya, tinggal engkau lah yang berfikir."
"Oh macam itu yeee. Baeklah paman, aku nak naek ke rumah. Tengok-tengok si Murni mungkin dah siap memasak, aku lapar sekali." Uyung langsung menggowes sepedanya meluncur ke belakang rumah panggung milik pamannya.
"Aih budak sekarang nih tak ade sopan-sopannya. Tak salam. Tak terimakasih. Ilmu tuh kan mahal. Aiiih ya ya." Paman menggerutu.

-o0o-

Misteri Alam

Seperti biasa Uyung selalu ke rumah pamannya untuk memetik kelapa atau membantu paman menyiangi rumput dan ilalang. Setelah kemarin Uyung bertanya masalah ayam tanpa bapak, sekarang giliran pamannya yang bertanya sama Uyung.
“Yung kalau malam hari di langit penuh bintang, kalau siang kenapa tidak ada bintang?”
“Aha, kalau bintang itu hanya terlihat kalau gelap saja paman. Kalau siang kan terang.”
“Bukankah bintang itu menghasilkan cahaya juga, lalu kenapa malam masih gelap?”
“Mungkin karena jauh ya paman?”
“Sekarang kalau lilin menyala cahayanya dapat menerangi kamar yang gelap. Kalau lilin itu ditiup lalu mati, kemana cahayanya?”
“Paman nih pertanyaannya sulit sekali. Mana yah, aku tak tau paman.”
“Matahari itu memiliki cahaya yang tak pernah padam. Benar bintang itu jauh dan cahayanya kalah sama cahaya matahari. Kalau lilin itu padam karena lilin tak memiliki sumber cahaya yang tetap seperti matahari. Hanya saja mata kita tak bisa beradaptasi dengan gelap seperti mata beradaptasi dengan terang.”
“Oh begitu yah paman. Kalau astronot itu berada di luar angkasa saat siang atau malam yah paman?”
“Diluar atsmosphere kita sudah tidak ada siang atau malam, yang ada yaitu saat astronot terlindung dari cahaya matahari berarti sedang gelap, kalau tidak terlindung sedang terang.”

-o00o-

Senin, 06 Februari 2012

“SEkaTenAN Tenan”

Gaz mendengkur disebelah Gus di dalam becaknya masing-masing
tukang becak kagetan selama gunungan berlangsung
menertawai Muh dan Nah yang berebut berkah di sela-sela pemungut berkah
Lah ikutan latah datang dari kampung
tadinya niat nontoni pesawat take off
sementara Min digendong disusui melotot
susunya emak Gah asin bercampur peluh Min terus netek
diantara mereka hanya Sus yang jeprat-jepret
ada roh halus diantara mereka yang berebut berkah
jangan lupakan, ada setan bertanduk tujuh
keberadaan Num si copet gesit meraup laba
diam-diam dia melepaskan kentut tapi mereka kadung takut
takut ndak kebagian berkah
takut ngomong dan salah tuduh kentut itu milik siapa
aku kebayang setiap acara besar
selalu ada yang nunggu ang pao
selalu ada yang ngantri kurbanan
selalu ada yang nunggu zakat fitrah
selalu ada yang ngantri besekan
selalu ada yang nunggu sedekah
selalu ada yang ngantri saweran
selalu ada yang nunggu berkah
gunungan diantara bukit barisan
berkahnya bukan rahmatMu
sedekahnya bukan anugerahMu
Zai hanya menghantarkan aku sebagai guide
takut dituduh ia keburu menjelaskan, “hanya mengantar!”
dan Zai memaksa aku pergi
jauh dari keadaban ini
aku terpaku menatap langit panasnya berapi-api
sedangkan kemarin dingin lembab berair
hanya untuk upacara ini
katanya seseorang tengah “milad” tapi Zai takut kualat
aku setujui kepergian Zai dari sini sambil membawa aku dengan arti
sebelum pergi aku titip salam sama Sultan
sampaikan pada yang punya hajat
dirgahayu dan mulyo
salam

-o0o-
Menandai hari, di dekat Masjid Agung Surakarta 05022012

“Dewan Guru: Dari Pada Dewan Dari Pada Guru”

Anjing dewan menggogong kafilah dewan berlalu
anjing itu anjingnya sendiri
menjilat pantatnya sendiri
siapa yang sanggup melanggar aturan yang dibuat mereka sendiri
gurunya kencing berdiri murid kencing berlari
kepala sekolah seolah-olah melilitkan kaki
menjepit sendiri menahan tak membuangnya

mereka membentuk undang-undang yang mereka langgar
membuat komisi jadi legitimasi
sementara dia bersekolah diambruk tak peduli mati

mereka membeli kursi luar negri buat duduk lebih nyaman
dia menyeberang kali demi sekolah tak peduli mati

mereka membangun taman mahal dan ruang santai berkaraoke
dia menulis sambil berdiri di perkarangan sekolah tanpa pengeras suara

siapa pengajar
siapa penggoda
siapa yang mau belajar

lagi-lagi siap mati ala petualang sejati
lagi-lagi superhero banci tampil
dan lagi-lagi siap mati demi prestasi
dan lagi-lagi penunggang dan pemancing hadir

demi cita-cita bintang di langit
demi cara dan sarana konyol

-o0o-
Menandai hari 010221012