Minggu, 28 Agustus 2011

Cerita Uyung & Amak (Sesi Hari Lebaran)


Hari itu tengah berkumandang takbir memenuhi langit kampung Uyung. Uyung bersemangat sekali mengenakan peci baru, mengendarai kereta anginnya lalu menuju rumah pamannya. Hari itu pula paman sedang memasak lemang dari bambu, sementara istrinya dan Murni tengah asyik memasak rendang dan segala macamnya.
Bertemulah Uyung dan paman di halaman depan rumah pak Izat yang luas dan sejuk ditaburi embun malam takbiran. Terjadi dialogh seperti ayah dan anak.
“Paman aku berterima kaseh banyak buat kirim-kiriman paman. Paman sudah kami repotkan sejak ayah kami telah tiade.”
“Ahh kau ni pun. Aku kan sudah kalian anggap paman kalian sendirik, jadi jangan sungkan. Bibik kau tuh pun sudah dekat dengan amak kau. Jadi kita nie udah selayaknya saudara.”
Sambil membantu paman Uyung terus bertanya. Lalu terjadi percakapan masalah puasa. Pak Izat terseyum melihat kebingungan si Uyung.

“Ape pause kau penuh bulan nih?”
“Alhamdulillah paman.”
“Tah ka tuh. Baru anak soleh namanyo.”
“Tapi paman, kenape bang Ujub itu puasenya tak penuh?”
"Yung, kalau masih ada yang tanye sama kau, apa itu beriman, jawab saje sila pertama pancasila, bahwe kau percaye dan yakin adanye Tuhan."
"Kan yang Uyung tanye mengapa orang masih saje tak berpuasa?"
"Ngerti kan? Berarti die tak beriman."
"Maksudnye?" tanya Uyung lagi.
"Iye, bertakwa itu mengikuti semua yang diperintahkan dan meninggalkan semua larangannya. Orang beriman itu haruslah bertakwa. Bukankah puasa itu panggilan untuk orang beriman, dan anjuran agar bertakwa."
"Oooo." Uyung mengangguk. Berselang beberapa detik kemudian Uyung terkesima.
“Berarti, bang Ujub itu.......”
“Aishshshshsh, sudah! Sudah laaah, tak baik memberitakan ketidakjelasan perihal orang lain, baik itu benar atau cume sekedar isu angin semata, semua itu gibah namanye. Ngerti kau tuh Yung?”
“Iyo, baeklah paman.”
Sementara semua bilah-bilah bambu berisi lamang sudah hampir selesai mereka bakar. Lalu bersiap-siap naik ke rumah panggung, disana Murni dan adik-adiknya sudah menunggu untuk makan malam.
-o0o-

Di hari Idul Fitri, sesudah shalat sunah Ied, Uyung tersedu-sedu dalam haru biru. Menangis di pangkuan amaknya. Uyung sangat berharap belaian kasih saying amak dan pintu doa berserta maaf terbuka lebar untuknya. Dengan sabar amak menghapus setiap tetes air mata Uyung. Wajah amak selalu saja tegar, Uyung tak pernah tahu perasaan amak yang sesungguhnya.
Di dalam hatinya amak adalah sosok perempuan hebat yang selalu ada cara buat menghibur Uyung, baik itu sebagai ibu atau peran ganda sebagai ayah. Amak juga yang melanjutkan pekerjaan berkebun tugas ayah dulu, berjualan kue, atau terkadang berjualan apa saja. Untuk itulah Uyung terkadang merasa banyak salah terkadang telah membuat amak risau akan perilakunya.
Tetapi Uyung selalu menantikan kata azimat yang keluar setiap hari raya, baik itu Idul Adha mau pun Idul Fitri. Sambil tersenyum amak berbicara lembut.

“Uyuuuuung. Sejak kau telah bisa shalat dan mengurusi tanggung-jawab kau sebagai anak soleh, amak sudah merasa lega. Merasa ikhlas amak penuh buat kau. Tetapi jikalau engkau masih sedikit bingung, linglung, dan salah arah. Itu baru tugas amak kau, untuk mengingatkan dan menegurmu saje.” Lalu amak mengusap rambut Uyung.

“Apalagi jikalau kau sudah benar-benar bisa membedakan mana yang baik dan mana yang mungkar. Amak akan lebih ikhlas melepaskan engkau. Engkau tuh anak laki-laki. Banyak-banyak lah berjalan dan mencari ilmu. Kemana saja kau hendak pergi, amak selalu ikhlas.” Lalu amak memeluk erat Uyung.
-o0o-

Setelah sungkeman yang mengharu biru itu, baju Uyung baru dan semangat Uyung pun seperti menyala-nyala, Uyung terkesima dan fikirannya melayang jauh membayangkan suatu hari dimana Uyung mendengar nasehat amak tentang seorang anak yang soleh. Lamunan Uyung membayangkan hari itu.
“Kata pak guru, kalau anak yang tidak mau shalat, maka orang tuanye boleh memukul pantatnya. Bukankah itu kekerasan dalam rumah tangga yah mak? Setau Uyung, amak tak pernah tuh memukul Uyung, sekalipun itu kalau menyuruh Uyung buat shalat.”
“Anak amak yang tersayang, Uyung yang gagah macam abak, dengarkan oleh kau yeah. Kalaulah abak dan amak engkau nih, sedari kecik lagi, tak pernah mengajari engkau perihal shalat dan amal soleh lainnya, telah memberikan engkau bentuk tauladan dan contoh, lalu amak sekejap-kejap memarahi engkau apalagi memukuli engkau agar melakukan yang belum amak ajarkan dan belum abak kau contohkan, itu baru namanya kekerasan.”
“Iya yah mak.”
“Tapi ingat jugak kau Yung. Kalau amak dan abak kau sudah membagi pelajaran dan mencontohkannya kemudian engkau lalai amak akan menegur engkau agar kau ingat. Tetapi saat teguran itu tak kau hiraukan barulah amak berhak memukul pantat engkau.” Tiba-tiba pantat Uyung di tepuk amak tak terlalu keras. Uyung terheran-heran, tapi pantat Uyung tak merasa sakit menerima pukulan amak, hanya saja ia heran dan bingung untuk apa pukulan amak tersebut.
“Hah! Yang barusan itu buat apa mak?”
“Buat bau badan kau yang busuk tuh. Cepat kau mandi sana!” Uyung berlari menuju kamar mandi.
-o0o-

          Saat di meja makan, saat hendak menyantap saji hari lebaran. Amak menceritakan perihal Uyung. Sebelum makanan itu mereka santap keduanya tengah asyik berdamai dalam diri. Amak langsung bercerita dan Uyung menyimak dengan hikmat.
“Ketika Uyung masih bayi, bau badan Uyung selalu sama seperti wangi bayi lainnya. Walau pun belum mandi atau sesudah mandi selalu wangi, membuat amak betah menciumi bayinya itu. Wajah Uyung pun selalu membuat amak tersenyum, baik itu sedang menangis apalagi sedang tersenyum.
          Tetapi ketika Uyung beranjak tumbuh, maka bau badannya pun mulai berbau tak sedap. Kalau Uyung menangis pun tak lagi membuat amak tersenyum, yang ada tampak wajah cemas amak. Terkecuali saat Uyung mulai tersenyum atau Uyung melemparkan canda tawa, barulah amak tersenyum lepas.
          Beranjak tumbuh, remaja, dan menuju dewasa, semua yang Uyung lakukan adalah mutlak pemikiran Uyung dan amak tak lagi mau mengganggu gugat. Bahkan jikalau Uyung hendak mengganti nama pemberian amak dan abaknya pun, Uyung telah berhak atas hal itu. Sebegitu ikhlasnya hati amak, berusaha meletakkan tanggung jawab dan hak Uyung sebenar-benarnya haq. Semua ilmu dan pengetahuan amak telah diberikannya, maka amak hanya ingin berusaha tersenyum seperti ia melihat Uyung laksana bayi.
Di hari raya Idul Fitri inilah, kau Uyung mulai tumbuh, dan bukan seorang bayi lagi. Tapi amak hanya ingin melihat akhlak engkau baik seperti laki-laki yang telah aqil balik, dan hati engkau tegas seperti abak yang tua bijaksana.”
-o0o-

Senin, 22 Agustus 2011

“Hanya Yang Benar Saja”


Teguh hubungan kelangit kepada Tuhan
Teguh hubungan kebumi sesama insan
keindahan
duhai peindah-peindah semesta
tanah dipijak langit dijunjung
hilir mudik ombak
terbit tenggelam surya

sekali air gedang sekali tepian berobah
sekali terjadi perang sekali peta bertukar warna
sekali terjadi revolusi sekali bangsa terjajah merdekanya sendiri
sekali yang teraniaya membuka mata sekali pula penindas terjungkir balik

tetapi kesan dari segala
hanya kebangsaan jangka pendek
enak didengar telinga tak jua bertahan lama
bapak melapah daging anak menguyah tulang
giliran anak berganti tahta
latah pilah membayar bencana

bilamana sadarlah jiwa manusia akan Yang Benar saja
dia akan berani revosioner kepada dirinya sendiri
membayar bapak dengan papa nestapa
bukan hanya memaafkannya juga melupakannya

melawan kesempitan itu
yakni program benci yang berlarut-larut
sudut menyudut sundut-bersundut
bertukarlah dengan pendidikan cinta
yang hanya kepada Yang Benar sajalah

Tuhan Sarwa Sekalian Alam
Bangsaku adalah cinta sejemput kecil daripada perikemanusiaan yang luas
hapuskanlah filsafat pertentangan
timbulkanlah filsafat isi mengisi
ilmu pengetahuan apa pun ragamnya
yang hanya Yang Benar saja sebagai Maha Guru
yang memberikan jalan kebenaran

jika permulaan hitungan ialah satu
dimanakah yang satu itu?

Djoerai tjabang soetji tjinta
menegakkan akal diatas khayal
dapatkah engkau anak bangsa mewujudkan zatnya energi?
apakah bedanya pangkalan berfikir agama dengan pangkalan berfikir ilmu?
akal dan fikiran itu sendiri adakah?

Menilik kepada bekasnya
ilmu alam mengakui adanya ether, karena diatasnya tegak ilmu alam
ilmu hayat mengakui adanya energi-tenaga, karena diatasnya tegak ilmu hayat
ilmu kimia mengakui adanya atom-zarrah, karena diatasnya tegak ilmu kimia
tetapi jikalau engkau memungkiri adanya ether, tenaga dan zarrah
engkau hanya menghancurkan ilmunya saja
yang hanya Yang Benar lah kembalinya pertemuan akal dan hati
dimana engkau meletakkan isi dunia hanya pada hati
bukan pada akal budi
karena perceraian diantara keduanya adalah kehancuran tujuan hidup
tidaklah pula keduanya saling mengalahkan
saling menyalahkan
saling dengki
karena kesalahan adalah perpisahan itu sendiri
sesatlah perjalanan akal tanpa tuntunan hati
dan kaburlah perjalanan hati yang terpisah dari akal

23082011
Djakarta, Tandjoeng Doeren
menandai hari

Minggu, 21 Agustus 2011

Cerita Uyung & Amak (Sesi Hadiah)


Menjelang masuk sekolah menengah pertama, Uyung mulai memikirkan memilih mana sekolah yang bisa ia masuk dan tentu menerimanya sebagai murid. Dari berbagai opsi yang bukan pilhan, karena faktor keuangan dan jarak yang dekat dengan rumah lah yang menjadi opsi, itu juga kalau diterima. Maklum saja Uyung bukan anak yang pintar, tetapi Uyung anak yang pintar-pintaran, hebat menyiasati hidupnya yang pas-pasan dan tidak neko-neko. Kalau rasa-rasa, keinginannya banyak, tapi Uyung tahu diri.
Sejak menyukai tiga perempuan pilihan hatinya maka Uyung berambisi untuk bisa lolos seleksi dimana sekolah yang menjadi tempat pilihan teman-temannya itu. Ia selalu ingin bisa bersama terus. Bercanda dan berbagi.

“Yung! Kalau kau lolos seleksi nanti aku kasih kau hadiah baju seragam!” suara merdu Murni menggoda. Uyung tersenyum membalas sebagai ucapan terima kasihnya. Dalam hatinya ia tahu bahwa ia tentu sanggup membeli seragam sekolah dari hasil tabungannya memetik kelapa.
“Yung! Kalau kau lolos seleksi aku juga mau kasih kau hadiah. Aku akan kasih kau buku tulis dan alat tulisnya sekaligus.” Si Desi tak mau kalah dari Murni. Uyung kembali membalas dengan senyuman. Dlam hatinya ia belum menyiapkan uang buat beli alat-alat tulis baca.
“Yung aku juga mau kasih kau hadiah kalau kau berhasil lolos seleksi. Kau kan sebenarnya bisa, cume saje kau ni agak malas aja. Aku akan kasih kau sepatu. Bagaimana menurut kau?” Uyung meringis mendengar kata malas dari mulut Tuti, tetapi mata genitnya membuat Uyung ringkih. Dalam hatinya bertanya, kenapa semuanya mau memberinya hadiah. Uyung sadar sepenuhnya bahwa mereka tahu amak tak mungkin sanggup membeli kesemuanya sekaligus. Dan Uyung juga tak mahu melepaskan kesempatan untuk tidak satu sekolah dengan mereka yang baik hati ini.
“Oke.” Jawab Uyung penuh percaya diri dengan kedua jempolnya ke udara tanda setuju.
-o0o-

Setelah beberapa lama Uyung kerja buat paman Izat baru kali ini ia mendapat hadiah. Setelah memetik kelapa Uyung berniat pamit pulang, tetapi langkah Uyung terhenti di depan rumah paman Izat.

“Yung jangan pulang dulu lah. Tunggu kejap. Aku ada nak bagi kau hadiah. Nih, kau terimalah” dengan tegap langkah pak Izat mendekati Uyung yang baru akan menggoes sepedanya. Dengan kebingungan dan muka agak kemerahan, malu, Uyung tak jua mengulurkan tangannya menerima hadiah tersebuti.
“Kenapa kau ni.. Oii nak, ambik lah!” paman memaksa. Akhirnya Uyung menerimanya kotak kecil bertuliskan hape bermerek sejuta umat.
“Untuk ku paman?”
“Ye iye laaah buat siape lagi?”
“Tapi buat ape ini paman?”
“Ini namanye hape. Buat berkomunikasi. Jadi kalau de ape-ape bisa cepat kau panggil paman, atau sebaliknye jika paman butuh kau kan bisa cepat kau datang.lagi pulak kau kan sudah besar dan tau kebutuhan, jadi kau bisa menggunakannya dengan hemat-hemat.”  
“Kalau itu aku juga tau paman. Buat bertelepon. Tapi maksudnya ape paman bagi aku hape?”
“Ini hadiah bukan buat kau. Tapi buat kebaikan kau dan amak. Buat kejujuran kau. Dan buat kerja keras kau. Ini hadiah berserta pulsanya. Jadi setiap bulan aku akan bagi kau duit buat beli pulsa. Jadi kau jangan takut, tak akan potong dari gaji engkau.”
Uyung menjatuhkan sepedanya dan memeluk paman. Lalu paman membalasnya dengan memeluk erat-erat. Sementara Murni mengintip dari balik jendela kamarnya.
            Sesampainya di rumah Uyung langsung memberikan hape tersebut kepada amak. Supaya nanti bisa dipakai bersam-sama. Jadi Uyung bisa sms buat ibu guru atau bapak guru jikalau Uyung tidak bisa masuk sekolah.

-o0o-

Cerita Uyung & Amak (Sesi Kasih Sayang & Kasmaran)


Menjelang tamat sekolah dasar Uyung mulai memikirkan rasa keinginannya untuk tahu apa itu berkasih-kasihan. Setelah keusilannya yang selalu menggoda Murni anak dari bapak yang dianggapnya Paman, karena pak Izat adalah pengganti ayah baginya steelah selama ini beliau lah yang perhatian penuh kepada Uyung. Keusilannya itu selalu membuat Murni terkesan padanya dan keduanya sangat akrab.
Entah mengapa tiba-tiba tubuh Murni yang beranjak remaja itu menampakan perubahan yang sangat menyolok, ada beberapa bagian tubuhnya tumbuh tidak selayak tubuh Uyung yang lelaki tulen. Uyung memperhatikan betul betapa Murni tumbuh menjadi anak perempuan sempurna yang baik hati. Di mata Uyung, Murni melebihi dari seorang sahabat.
 Begitu juga cintanya kepada sekolah yang telah membuat Uyung menjadi orang yang cerdas dan bukan menjadikannya brilian, karena Uyung adalah murid peringkat ke sepuluh dari belakang. Dalam buku catatan tahunan yang dibuat khusus untuk anak yang telah menamatkan sekolahnya di SD ini, Uyung hanya menuliskan kata-kata mutiara, “Harap WC selalu bersih, aku sudah tidak kuat lagi masuk ke dalamnya, untuk kencing, eek, apalagi mencuci muka. Untung saja aku sudah tamat. Hiiiiiiih!”
-.’o00o’.-
“Mak! Mak! Kenapa si Murni itu sekarang dadanya jadi lebih besar ya Mak?” Tanya Uyung.
“Ohhh.” Jawab amak penuh kebingungan dan muka amak kemerahan malu sendiri.
“Kenapa ohhh. Oii mak?”
“Itu namanyo buah dada. Kalau anak perempuan itu bakal tumbuh buah dada. Itu artinya si Murni mulai menjadi perempuan yang ideal.” Jawab amak penuh kehati-hatian dalam mengutarakan maksud.
“Kalau tak ade buah dada berarti tak ideal ya mak?” Tanya Uyung lagi.
“Tak juge Yung. Banyak juga yang anak perempuan itu baru tumbuh setelah die menikah.”
“Ooooh. Tapi kenape laki-laki tak tumbuh seperti perempuan ya mak.” Pertanyaan Uyung mulai membuat amak panik dan gelagapan.
“Karena perempuan itu harus menyusui.”
“Ohhh. Kalau laki-laki mak?”
“Ah kau Yung, mana ade laki-laki menyusui!”
“Tapi mak si Tince tukang rias pengantin tuh laki-laki. Die juga punya susu mak. Apa die menyusui juga?”
“Kalau itu bukan laki-laki juga bukan perempuan. Itu jadi-jadian! Susunya pun jadi-jadian. Kalau si Tince tu seperti Martabak special.” Amak menahan tawanya sampai bahunya terguncang, menahan geli sendiri.
“Martabak special?”
“Ye lah martabak spesial. Pakai telor dua. Dah jangan lagi kau banyak tanye. Amak kau dah pusing. Sekarang  pergi kau cari kelape buat pak Izat.”
“Tapi mak, aaa..”
Amak langsung meninggalkan rumah sementara Uyung dengan mulut ternganga seperti hendak bertanya lagi. Dikepalanya masih banyak pertanyaan.
-o0o-

Hari itu begitu menggebu-gebunya bertanya kepada amak perihal hubungan kekasih antara pria dan wanita dewasa. Semua itu menarik baginya karena ia belum pernah sekali pun mencobanya.

"Aduhoi mak, kata orang, kalo ado istri jelek itu anugerah, dio tak tak suka diganggu orang lain jadi dio tak suka maen cinta. Apa maksudnyo mak?" tanya si Uyung.
"Anakku Uyung. Nak macam mana amak mau kasih tau kau. Jaman sekarang nih tak de yang tak selingkuh. Mau die tu buruk rupa atau busuk hati, same saje."
"Selingkuh itu apa mak?" tanya uyung tak mengerti.
"Itu tu, adalah maen serong." jawab amak.
"Maen serong ntu, apa pulak mak?" tanya Uyung lagi.
"Ah kau Uyung selingkuh itu maen serong, maen serong itu suka-sukaan dengan wanita atau pria idaman lainnya. Ngerti kau?" jawab amak setengah kesal.
"Enggak mak!" gubrak amak jatuh dari bangkunya.
Setelah setengah jam amak berusaha menjelaskan, akhirnya uyung mengerti juga.
"Oh selingkuh itu TTM mak!"
"TTM. Tenang-tenang menghanyutkan?" amak penasaran.
"Bukan mak. TTM itu teman tapi mesra."
"Apa pulak tuh yung?"
"Ah amak gak gaul."
“Amak ini jande. Mana kau tau sudah berapa lama amak tak gaul? Ngerti kau?” (maksud amak digauli oleh suami).
Uyung menggeleng-gelengkan kepala tak mengerti maksud amak. Wajahnya Uyung penuh keluguan,  mulutnya menga-nga, sementara itu amak meninggalkan Uyung sendirian di meja makan.
-o0o-
Setelah beberapa hari Uyung terus-terusan asyik menanyakan perihal perempuan, maka timbullah rasa curiga amak terhadap Uyung. Lalu ia mencoba mencuri-curi cari tahu apa yang sedang terjadi pada anaknya. Ternyata anaknya tengah kasmaran dan mulai menyukai lawan jenisnya, mencoba menggoda-goda si Murni, Tuti dan Desi, teman-teman sekolahnya. Ketika amak Uyung datang ketiga perempuan tadi langsung pergi meninggalkan Uyung sendirian menghadapi amak.

“Ah ah ah. Ternyata kau bujang tak tau malu ye. Mengoda-goda anak perempuan orang. Kenape kau lakukan itu Uyung?” Uyung yang ketangkap basah oleh amak, dengan susah payah bicara sambil mengaruk-garuk kepalanya yang tidak lah gatal.
“A a a. U u u yung… Cuma main-main saje mak.”
“Cih cih cih, pertame  main-main, lalu main sungguh-sungguh, nanti kau main serong!” dengan wajah gusar amak menahan emosi.
“Ah amak tak lah macam tuh, sangaaaaat!”
“Ye iye. Amak tau lah itu.”
“Tau apa mak?” kali ini Uyung berusaha bersikap wajar. Dan amak mulai menurunkan darahnya.
“Uyuuuung. Amak tau kau suka same perempuan-perempuan itu ye? Karena apa amak tau?”
“Manalah Uyung tau. Kan amak yang tau!”
“Iye laaah, janganlah kau memotong pembicaraan amak kau nih.” Uyung mengangguk setuju.
“Kau itu kalau suka sama perempuan bersikaplah seperti abak kau. Die tau mane perempuan yang die suka. Dan die tak menghumbar rasa sukenya kepada semua perempuan. Kau laki-laki Yung harus menentukan sikap.” Mendengar nasehat amak muka Uyung memerah penuh rasa bangga.
“Ah begitukah mak? Lalu Uyung harus bagaimana?”
“Isss kau nie. Dah nak cepat-cepat sangat. Apa kau nak bagi aku mantu ke? Kau ini masih muda sangat. Tunggu sampai waktunya kau bisa menentukan sikap, baru kau tau betapa beruntungnya perempuan yang akan kau pilih itu. Jangan buat malu abak kau tuh, tau!” Uyung mengangguk-angguk.
“Emangnya abak itu macam mane?”
“Iss is is, masih juga kau nak cepat sampai ke pucuk! Baiklah abak kau tu bukan laki-laki sembarangan, dulu banyak perempuan yang suke sama die tapi die memilih perempuan yang terbaik baginye. Yah amak kau ini lah.”
“Ah amak. Apa hebatnya?”
“Cih kurang asam kau Yung. Amak nie dulu juga primadona. Banyak laki-laki yang suka sama amak. Tetapi amak lebih memilih abak kau tu. Itu namanya jodoh. Jodoh itu adalah pilihan yang tepat. Jangan suka main-main. Die harus datang dari hati yang paling dalam. Lalu getaranya sampai ke ujung-ujung jari. Apabile die bersentuhan make langit pun akan bergemuruh. Seperti listrik yang menerangi seluruh kampung. Kau harus tunggu sampai perasaan itu datang Yung! Yaitu listrik yang kau simpan dalam lubuk hati kau tu akan menyetrum sampai ke ujung-ujung jari bahkan ujung rambut kau tuh.”
Lalu amak tersenyum melihat wajah Uyung yang merah menyala. Amak memeluknya erat penuh kasih sayang. Lalu terdengar bisikan.
“Uyung akan menunggu sampai waktunye tiba. Mereka akan bangga memilih Uyung. Dan Uyung juga akan bangga memilih salah satu dari mereka.”
Dalam perjalanan pulang Uyung membonceng Amak dengan sepeda ontelnya.

-o0o-