Senin, 21 Maret 2011

(Hahay Story 003) RAKUSIH

Hahay story. Cerita ini sedari SD selalu aku ceritakan pada kalian, temasuk yang sudah pernah mendengarnya atau yang belum. Dan sekarang versi lengkapnya.
Seorang  bapak bernama Rakusih, sudah sangat kaya tapi tengah terlilit hutang yang banyak, berusaha sekuat tenaga tidak mau membayar dengan hartanya yang ada karena jumlah hutangnya lebih banyak dari jumlah hartanya. Memiliki seorang anak yang suka ngomong jorok, entah belajar darimana kebiasaan itu. Anak semata wayang, seorang cowok dan sudah duduk di bangku SMU, setiap hari bergaul dengan pembantu rumah tangganya karena kedua ortu selalu sibuk dengan kesibukannya. Dan ibunya seperti ibu-ibu lainnya yang memiliki suami kaya, selalu saja hobinya ke salon dan pulang sore hari selepas ngerumpi dengan ibu-ibu satu geng.
Malam itu Rakusih tidak bisa tidur karena memikirkan hutangnya. Lalu ia berinisiatif berserah dan curhat pada Tuhan untuk memberikannya solusi. Dalam khusuknya doa-doa yang ia panjatkan di ruangan khusus yang ia buat untuk berdoa, ruangan yang hening, lampu remang-remang dan sejuk karena AC. Setengah jam duduk khusyuk dalam doanya Rakusih tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi bertemu jin yang baik hati. Jin itu memberinya tiga buah batu. Katanya, “Hai Rakusih! Ho ho ho. Aku ini jin baik hati. Kuberikan kau tiga buah batu ajaib, setiap satu batu kau berhak meminta satu permintaan. Ingat Rakusih! Satu batu satu permintaan.” Lalu batu-batu itu diletakan oleh jin di depan pintu rumah Rakusih.
Sepertinya mimpi itu terasa sangat nyata. Rakusih terbangun dari tidurnya dan bergegas ia berlari ke pintu utama ruang tamu. Dengan tergopoh-gopoh Rakusih berlari dan membuka semua kunci pintunya, dari grendel, kunci gembok dan lainnya. Jantungnya berdebar-debar seperti seseorang yang sedang menunggu memenangkan kuis milyaran dan benar-benar menang, ternyata tiga buah batu itu memang ada di depan pintu rumahnya. Sambil celingak-celinguk melihat kesekeliling halaman rumah mencari jin tersebut. Diluar sangat sepi, maklum sudah jam tiga pagi, jalanan juga sepi sekali. Dengan tergopoh-gopoh lagi ia mengambil ketiga batu itu ke dalam rumah dan membangunkan anak istrinya.
Dengan penuh semangat ia menceritakan pengalamannya kepada anak dan istrinya, dan keduanya mendengarkan juga dengan penuh tanda tanya di kepala. Apakah benar cerita si bapak atau cuma bualan semata, jam segini bapak biasa mengigau yang tidak-tidak.
“Kalau begitu, buat saya satu yah pak?” si ibu merayu.
“A aku juga satu ya ayah?” si anak juga merengek minta bagian.
“Tidak bisa! Kalian belum pantas. Aku lagi banyak keperluan. Lagian kan ini jatah bapak, kan bapak yang meminta sama Tuhan bukan kalian!” si bapak bersikeras.
Tiba-tiba si bapak menyita ketiga batu tersebut dan dirangkul dalam pelukan yang erat. Dengan sekonyong-konyong terjadilah pergelutan, ketiganya memperebutkan batu itu. Walaupun belum terbukti keajaiban batu-batu tersebut tetapi telah terjadi pertarungan sengit memperebutkannya. Setelah bersiteru hebat si anak memaki bapaknya dan menghina dengan kata “T...t, k....l” (sensor - t…t, k....l = burung perkutut laki-laki/alat kelamin).
Terkejutnya si bapak mendengar ejekan anaknya. Lalu mengambil satu batu, ia mengangkat tinggi hendak melempar ke arah anaknya sambil berkata “Dasar T...t!”
Tiba-tiba, blar. Alakazam. Tumbuhlah di tubuh si bapak, barang tersebut seperti yang ia ucapkan itu. Alangkah terkejutnya si bapak karena seluruh tubuhnya di penuhi barang tersebut, di kepalanya, di tangannya, di perutnya, di pundaknya, semuanya. Ternyata satu batu telah terpakai untuk satu permintaan bapak yang tidak ia sengaja.
“Walah pak. Bagaimana ini?” si ibu merasa ngeri melihat tubuh bapak di penuhi alat kelamin itu.
“Ha ha ha ha ha. Rasain!” si anak tertawa kegirangan melihat ayahnya kesusahan.
Si bapak terdiam tak berani berkata apa-apa, takut-takut nanti ucapannya akan dianggap satu permintaan lagi. Tersisa dua buah batu untuk dua buah permintaan, setelah satu batu terpakai sia-sia. Ibu mulai panik mengoceh tidak karuan. Mundar-mandir sambil berfikir.
“Aduh pak begini saja, pakai satu batu lagi. Bapak minta agar semua t…t ini bisa dihilangkan dari tubuh bapak.” Kata si ibu mencoba memberi solusi.
Ternyata bapak mengerti dan mengangguk-angguk setuju. Lalu bapak mengangkat satu batu lagi dan meminta, “Hilanglah kau semua t...t!”
Blar. Semua alat kelamin itu menghilang. Si bapak kegirangan. Dengan penuh kesyukuran si bapak meraba tubuhnya dari kepala, bahu, perut, dan sampai pada tempat di bawah perut ia tidak menemukan burung perkututnya yang asli. Dengan mata terbelalak, ia sambil menunjuk-nunjuk ke arah tempat hilangnya benda pusaka miliknya, memberi isyarat pada istrinya. 
Si ibu memeriksa, ternyata benar, punyanya bapak ikut hilang bersama t...t-t...t yang lain. Cilaka dua belas. Dengan wajah sedih istrinya bakal tidak mendapatkan nafkah lahir lagi, karena senjata pusaka bapak sudah tidak ada. Lalu ia memelas dan merangkul suaminya.
“Pak, pak! Bagaimana sih ini. Sekarang tinggal satu batu lagi. Kali ini bapak mintalah agar punya bapak kembalikan lagi.” Si ibu memohon kepada bapak agar mengembalikan kebahagiannya dulu. Si bapak mengangguk sedih. Sedih karena punyanya hilang, sedih karena batu permintaannya hanya menyisakan satu batu saja. Sementara hutangnya masih melilit dan ia dihadapkan pada permintaan yang sulit. Apakah harus mendengar permohonan istrinya atau harus meminta keinginannya sendiri.
Setelah merenung beberapa saat si bapak mengambil keputusan terberat dalam hidupnya. Pilihannya hanya dua, satu: hidup tanpa alat kelamin atau tidak, atau dua: bayar hutang atau tidak. Maka bapak memilih agar alat kelaminnya kembali. Dengan mengangkat batu perlahan penuh kegetiran, si bapak mulai mengucapkan permintaannya. “ Aku mohon kembalikan t...t punyaku yang asli.” Dan, blar! Permintaan terakhir telah terucap dan semua batu telah terpakai untuk tiga permintaan. Tidak menyisakan apapun untuk permintaan lainnya. Dan permintaan terakhir Rakusih telah di penuhi, barangnya yang asli telah kembali. Tetapi karena Rakusih tidak menyebutkan posisinya dimana maka barangnya yang asli itu tidak berada pada tempatnya, tetapi tumbuh di dahi Rakusih.
Ahay! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar