Senin, 21 Maret 2011

Sepenggal Dendam Yang Direstui


Langit Lahat menyambut setengah teriakkanku
Tetapi seperti menggema sampai langit di atas Jam Gadang
Aku berdiri menengadah ke langit masih gelap tanpa bintang
Sementara dingin subuh menggelitik
Sejak semalam tidur dibangku bus lelap memang tapi berdampak buruk pada jasadku
bermimpi aneh
Ada seorang bocah bertopeng hantu menghela patung ilalang mengusir burung
daripada memakan padi
Anak itu bernyanyi lagu potong bebek angsa
Sampai berubah menjadi potong kambing sapi
Semua siap ia potong-potong
Duduk diatas kursi goyang ditengah sawah Payakumbuh
Walau bertopeng terdengar suara paraunya lirih
saja aku masih mengenal bocah itu
Sahabat yang tidak ikhlas pada jawatannya

Pinggang mulai pegal-pegal bahkan sampai ke hati
Terdengar berita gempa Liwa melalui cerita supir truk pembawa buah
Memperkeruh hariku
Aku meninggalkan kampung Parak Karaka untuk melupakan semua yang ku punya
Melepaskan estafet yang kalian beri padaku
Aku mau membasuh tangan
Menjemput mimpiku mengejar kisah di kota itu
Berharap menemukan belahan jiwa yang dulu menghilang
Pun tak berharap banyak namun berbesar hati

Kabar Liwa benar adanya mataku berkaca-kaca
menatap hampa pada retak tanah
tenda-tenda
juga kompor minyak tanah yang sedang menyala
Anak-anak mengangkat keranjang bambu meminta-minta
Orang dewasa hilir mudik malu-malu
Hanya orang-orang tua diam dalam khusyuknya doa
Kami melewatinya dengan membuka kaca jendela
Membantu dengan cara sederhana
dan tak lama kami berlalu melanjutkan hari
tak ada aral yang begitu berarti
Aku sendiri tak pasti dengan kota yang akan ku datangi
Tak ku lantungkan kerinduan pada dikau yang menghilang
Walau waktu terus berjalan angin berbisik perlahan
Katanya masih ada asa

Baturaja dengan bebatuan punya sang Maha Raja segala Raja
Member berkat siang yang menyengat kebun-kebun pisang
Aku bersenandung lagu anak-anak
tentang desaku yang tercinta
tentang pujaan hatiku
tentang ayah dan bunda
dan tentang handaitaulanku
Syair lagu yang komplit tuk mengobati lara hati
sejenak perjalanan terhenti mengistirahatkan diri
Mengambil jeda dengan maksimal tuk berbenah fikir
Membasuh tangan sekali lagi
dan mendinginkan wajah agar tetap bisa tersenyum
Was-was mengintip sembunyi-sembunyi disela-sela keteguhan


Burung camar di pelabuhan Bakauheuni bercuit-cuit menyambut senja
Kami siap menyeberangi selat Sunda dengan hati berbunga-bunga
Juga dengan nyali menciut akan adanya gelombang besar
Juga gempa susulan
Juga tangis nestapa
Tapi apa lantur akad sudah terucap dan kami sudah disini
menanti untuk meniti gejolak selat bersama riuh sang camar
karang-karang tertidur tenang walau ditampar ombak yang garang


Kapal tak menunjukan rasa takutnya menitipkan harapanku padanya
Dengung kapal menambah rasa percayaku padanya
bisa membawaku keseberang
Sebuah titian harapan yang bergerak percaya diri
Aku menyerahkan ragaku padanya
Untuk menghantarkan aku ke seberang idaman
Disana aku berharap menemukanmu
Cahaya lampu-lampu kapal seperti barisan kunang-kunang
Kembali menggelitik

Setibanya di tengah-tengah selat ketakutanku menyata
Angin kencang pertama menggoda keteguhanku
Lalu ombak yang menggila
Kapal sepenyeberangan bersebelahan tampak hanya lampunya saja
Kalau kami di bawah ia ada di atas ombak
Kalau kami sedang di atas maka tampak kapal itu sedang merayap di bawah kami
Kira-kira tujuh kaki dibawah kapal kami
Perempuan tua sibuk memuntahkan isi perutnya
Anak-anak bergantian muntah
Aku berpegangan kencang pada pagar kapal bagian atas dekat sekoci
Aku terlanjur mempercayakan ragaku pada kapal ini
Tapi jiwaku telah aku relakan padaNya
Tidak termasuk belahan jiwaku
aku merelakan dia entah dimana
Entah beruntung entah takdir tapi aku pasrah saja setibanya di Merak
Kapal titian telah melaksanakan tugasnya dan aku telah siap melanjutkan perjalanan
Buah hati yang pujaan yang tak mudah ku lupakan

Melaju menuju kota berganti lampu merah kedap-kedip pada tiang sutet menyambut
Lampu jalanan tol berbaris tertib
Seperti saling merindukan juga saling melupakan
Tak ku dapat keteduhan kasih disini
Entah apa sebenarnya yang ku cari ku sadari aku melepaskan sahabat dan semua yang kumiliki
Senyum kecil disini di terminal dalam kota
tapi orang-orang menatap curiga
Wajah-wajah lelah penuh kekerasan
Berbeda dengan wajah-wajah pengungsi gempa
Tapi guratan yang sama yaitu kesulitan hati
Sambil bersenandung lagu desaku yang tercinta aku baru saja merindukan yang telah  kutinggalkan di pulau Andalas
Berjalan menembus orang-orang yang siap mencopetku
Bahkan orang-orang yang siap merampas kedamaianku
Aku menegaskan hati aku mencari dirimu disini
Apapun yang terjadi Tuhan telah melancarkan jalanku
Bersyukur telah melewatinya dan siap menghadapi berikutnya

Sepenggal doa dalam buku catatan yang ditulis langsung oleh guru ngaji
Aku membawa kembali kenangan indah bersamamu dalam ingatan
Modal untuk mencarimu
Alam saja mengijinkan aku sampai disini mengapa tidak dengan dirimu
Terserah apa nantinya terjadi yang pasti aku harus menemukanmu
Membayar lunas apa yang telah kau lakukan padaku


Jakarta, 11 02 2011
Menandai Hari Cermin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar