Senin, 21 Maret 2011

(Hahay Story 019) Mirip Nurdin



Sewaktu pertandingan sepakbola internasional diadakan di negara eropa, Inggris tepatnya bola sepak ini, tampak seseorang penonton berkebangsaan Inggris sibuk memperhatikan seseorang yang sedang mengabadikan pemain-pemain sepakbola dari negara moyangnya sepakbola itu dengan menggunakan kamera dari ponselnya. Dengan jiwa sebagai pers dan rasa ingin tahunya begitu menggebu-gebu maka ia terus mengamati pria tersebut. Pria yang sedang ia amati itu berperawakan asia berkulit sawo masak, berkaca mata dan seperti menggunakan wig.
Seseorang tertuduh itu dianggap oleh orang Inggris ini sebagai orang yang mirip Nurdin, seseorang yang mengetuai persatuan sipakbola di negara asia tertentu. Dia sangat yakin seseorang yang mirip Nurdin ini sedang mengabadikan gambar-gambar sepakbola melalui ponselnya itu juga sedang mengamati persepakbolaan di negaranya. Dengan percaya diri ia coba mendekati orang asia tersebut. Dengan menggunakan bahasa yang sama maka terjadi dialogh diantara keduanya.
Wartawan Inggris itu memulai pertanyaan sambil berbisik-bisik takut-takut orang asia itu tersinggung. “Apakah anda turis?” Orang asia itu mengangguk.
“Aku bisa lihat dari penampilan anda. Apakah sedang berlibur atau bisnis?” Tanya wartawan itu lagi mencoba mengorek berita.
“Dua-duanya.” Jawab orang asia itu singkat. Wartawan tersebut semakin berspekulasi, jangan-jangan orang yang mirip Nurdin ini sedang belajar wisata (atau istilah anggota dewan yaitu studi tour). Barangkali sedang mempelajari kelemahan dan perkembangan sepakbola di Inggris dan akan ia bawa pulang ke negaranya.
“Ehem. Maaf. Apakah anda sedang mempelajari sepakbola di negara kami?” Tanya wartawan lebih menjurus.
Orang asia itu mulai curiga, menatap wajah wartawan tersebut dengan tatapan menghakimi. Tapi karena watak dari negaranya ia mencoba ramah. “Oh tidak saya sedang jalan-jalan dan ambil-ambil foto saja.”
“Apa rasanya duduk di kursi panas itu, sementara rakyat di negara anda menginginkan anda turun?” Tanya wartawan itu lagi. Dahi orang asia itu berkerut.
“Maksudnya anda saya ini perdana mentri Tunisia atau Mesir?” Orang asia itu balik bertanya.
“Bukan sih. Maksud saya apakah anda sedang menjawat sebuat jabatan ketua?” Sambil berpura-pura kehilangan keseimbangan, badannya menyenggol orang asia itu, tangan wartawan itu menggapai-gapai dan menarik rambut orang asia itu. Wartawan itu menduga kalau rambut itu palsu. Tetapi orang asia itu berteriak, “Adaaaaw.” Kepala orang asia itu kesakitan merasa dijambak oleh wartawan edan itu, ia memperbaiki posisi kacamatanya, kemudia ia melotot ke arah wartawan tersebut.
“Maaf. Maaf saya tidak sengaja. Saya tadi hampir terjatuh dan berusaha menggapai apa saja untuk menyeimbangkan badan saya.” Wartawan itu berdalih.
“Huuuh. Anda fikir saya Gayus ya. Pake rambut palsu! Pake kacamata! Motrat-motret sana-sini, emang saya senorak itu hah? Anda mulai kurang ajar.” Orang asia itu mulai marah. Wartawan Inggris itu membalikkan badan dan merah menahan tawanya. 
“Saya bukan Gayus, anda tidak perlu mencari tahu dengan menarik rambut saya. Ini rambut asli tahu! Nama saya Nurdin.” Orang asia itu mencoba membela diri dan juga mengenalkan diri.
“A a apakah anda benar-benar Nurdin?” pertanyaan wartawan itu lebih meyakinkan dirinya dan mencoba mengobati rasa kagetnya. Orang asia itu tersenyum. Dan mengangkat tangan kanannya mau berjabatan. “Waw saya dapat berita besar,” hatinya wartawan itu berbunga-bunga kesenangan.
“Benar saya Nurdin. Emangnya anda perlu apa?”
“Apa perasaan anda datang ke Negara kami dan memperhati perkembangan sepakbola kami?” Tanya wartawan itu dengan leluasa setelah mengenal sumber beritanya adalah orang yang menjadi objek berita di seluruh dunia. Inilah yang ditunggu-tunggu dunia tentang keteguhan hati sang ketua yang tidak didukung oleh sebagian besar rakyatnya, bahkan ia dating kemari dengan sembunyi-sembunyi duduk di bangku penonton.
“Saya sangat bangga dengan sepakbola di Negara anda. Dengan memperhati menggunakan hati, saya sedang membandingkan dengan Negara kami. Bahwa bisnis sepakbola itu benar-benar menguntungkan sekali.” Orang asia itu menggebu-gebu menjelaskan.
“Bagaimana anda bisa bertahan selama ini di bisnis ini.” Tanya wartawan lebih berani.
“Ya tentunya karena keuntungan dan doku. Duit yang menguntungkan you know.”
“Lalu kenapa anda datang ke negara kami dengan sembunyi-bunyi? Apa karena anda malu yah?” Wartawan mulai lebih berani lagi. Wajah murka orang asia itu memuncak. Dengan suara menghardik orang asia itu mencak-mencak.
“Anda fikir saya Nurdin Halid hah. Saya ini Nurdiansyah. Saya datang kesini menggantikan cucu saya yang memenangkan kuis nonton langsung. Saya tukang foto keliling, kebetulan kamera saya rusak dan ini ponsel cucu saya saya pinjam. Nanti fotonya akan saya jual diluar stadion, lumayan untungnya. Jangan sekali-kali lagi anda menyamakan dengan orang itu. Najis tau! Walaupun memang mirip tetapi jangan dimirip-miripin. Cih!” Orang asia itu berlalu dengan wajah murka meninggalkan wartawan itu ternganga kaget.

Ahay...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar