Kamis, 31 Maret 2011

(Hahay Story 030) PESKIMUN


Peskimun adalah orang pertama yang terkena penyakit pes di kampungnya, saat itu ia masih berumur sebelas tahun. Karena dia selamat maka namanya diganti menjadi Peskimun yang berarti pria, sejati, kuat, dan imun. Sebelumnya nama dia adalah Mus Mualus. Ada orang pintar di kampungnya mengatakan kepada kedua orangtuanya bahwa, “Mus harus ganti nama biar selamat dari sakitnya dan panjang umur.” Begitu mendengar saran itu bergegaslah kedua orangtuanya mengganti nama Mus menjadi Pes, panggilan akrabnya Peskimun. Sampai saat ini Pes jarang sakit-sakitan. Tapi sayang tubuh Pes tergolong pas-pasan, bahkan dibawah tingginya orang normal, tetapi tidak katai (cebol.on.com). Juga pintar (tidach.go-blog.on.com).
Sekarang Pes ingin sekali memiliki pacar, karena wajahnya yang kurang tampan dan tingginya pas-pasan, maka Pes jarang dilirik perempuan. Apalagi dilirik oleh pencari bakat, juga tidak dilirik oleh grup-grup remaja yang gila bikin boy-band. Baru saja ia menamatkan SMA, ia mencoba melamar pekerjaan, selalu ditolak. Wal hasil Pes frustasi, tanpa prestasi, apalagi prestise, jomblo, dan kere.
Karena tidak memiliki bakat apa pun, Pes hanya bisa menggantungkan mimpinya tanpa henti, bercita-cita setinggi bintang di langit, ia ingin menjadi super star. Itulah Peskimun, tak ada dalam doa dan namanya yang diberikan orangtuanya untuk Pes menjadi terkenal. Tetapi Pes tetap menggantungkan harapannya pada bintang tertinggi. “Bermodalkan muka tebal saja lah,” fikirnya.
Suatu hari yang sepi dengan hati yang berambisi, ia hendak minggat ke kota untuk satu tujuan, terkenal. Meninggalkan kedua orangtuanya dengan sepucuk surat tanda perpisahan. Tengah perjalanan ke kota berserta motor bututnya, tersesatlah Pes ke dusun Jimbalang, konon dusun yang dipenuhi pendekar silat dan ilmu gaib. Tadinya niat hanya berputar-putar dengan sepeda motor, tiba-tiba halimun turun menutupi jarak pandang, setelah melewati halimun tersebut muncul lah ia di dusun tersebut. Lalu dusun itu menyambut kedatangan Pes, karena tidak semua orang yang bisa masuk ke dusun tersebut, hanya orang-orang yang terpilih yang bisa masuk ke dalamnya. Terdengar olehnya dari jauh suara musik mengalun, dari kejauhan itu terdengar seperti ada kemeriahan atau pesta rakhayat. Dalam gerimis Pes seperti tersirap, terhipnotis mengikuti saja tanpa berfikir, lalu ia meninggalkan motornya dan mengikuti arah irama itu datang.
Sesampainya di tengah keriuhan itu ia melihat keramaian. Di dalam lingkaran itu ia melihat orang tua dan anak muda sedang berlatih silat menggunakan golok. Entah bagaimana keduanya tak sedikitpun luka terkena sabetan golok tersebut. Pes terkagum-kagum, tanpa disadarinya dia berdiri diantara kakek bongkok bertongkat kayu dan kakek buta bertongkat bambu. Kakek buta berkacamata hitam menyapanya.
“Sepertinya kau suka melihat pertunjukan itu yah. Terasa degup jantungmu berdetak kencang. Bukan begitu Peskimun?” Pes terkejut mendengar teguran itu tertuju untuknya karena namanya disebut.
“Ba.. ba.. bagaimana kau tahu namaku?” tanya Pes ketakutan.
“Yah kami sudah tahu kau akan datang hari ini maka pesta ini adalah penyambutan buat mu!” kakek bongkok berkata menjawab pertanyaan Pes.
“Ka ka kalian tahu? Aku akan kemari? Lalu...?” tanya Pes lagi.
“Kami juga tahu kau jomblo, kesepian, dan tidak berbakat apa pun.” Jawab kakek buta.
“Hah??? Ba ba...?” mulutnya menganga.
“Ah sudah lah jangan banyak tanya. Sekarang ada apa mau mu?” kakek bongkok balik bertanya sambil kesel.

Sambil garuk-garuk kepala dan masih belum habis fikir bagaimana kedua kakek ini bisa tahu nama dan ciri-cirinya. Pes juga masih bingung harus meminta apa. Melihat wujud kedua kakek ini saja sudah membuatnya takut. Pes terus berfikir keras. Tiba-tiba, plok! Kepala Pes dipukul dari belakang oleh kakek buta.
“Cepat berfikirnya! Katanya kamu pintar.” Kata kakek buta.
“I.. iya.. iya kek. Kalo aku minta tampan dan kaya pasti kakek-kakek ini akan menertawakan aku. Apalagi kalo aku minta tumbuh tinggi, hal itu mustahil. Maka aku musti minta apa dong?” tanya Peskimun.
“Katanya pintar, kok masih bingung!” kata kakek bongkok.
“Baiklah aku minta satu bakat saja. Bagaimana kalo aku minta bisa meramal seperti kakek-kakek ini yang bisa tau siapa aku. Bagaimana?”
“Seperti yang sudah kami duga.” Jawab kedua kakek itu.
“Apa kau siap dengan konsekwensinya?” tanya kakek bongkok.
“Hemmmmmm.” Plok, kepala Pes di tampol lagi sama kakek buta.
“Siap kek!” jawabnya tegas.
“Baiklah sekarang pejamkan kedua matamu!” kata kakek buta.
  
Lalu kedua kakek itu merapal sesuatu dan seperti memindahkan ilmu gaib yang dipunyanya kepada Pes. Was wis wus, asap tebal menyelimuti tubuh Pes yang bergetar hebat. Kakek bongkok berkeringat sambil membisikan kepada Pes, “Bacalah ajian ini, Was wis wus langit berhembus, wat wit wut jagat beringsut. Maka kau akan melihat masa depan. Jikalau kau telah bangun maka kau akan kembali ke daerah asalmu.” Sesaat setelah pemindahan ilmu itu selesai Pes pun tertidur di tanah.
Tak lama setelah ia bangun, Pes mendapati dirinya tengah berada di tengah padang rumput luas berserta motornya. Ia merapikan bajunya yang kusam dan kumal, lalu menyalakan motornya dan keluar dari daerah tersebut. Di depan jalan terjadi longsor dan menutupi jalan tersebut. Seperti tahu apa yang akan terjadi di depan Pes membelokan arahnya dan mencari arah lain. Ia benar-benar selamat sampai tujuan.
Sesampainya ia di kota, ia merasa kembali ke peradaban. Ia ingin mencoba kehebatannya meramal, hanya sekali memandang wajah seseorang dan merapal ajian tersebut, maka dengan mudah ia melihat masa depan orang tersebut. Dilihatnya nasib seorang kuli panggul di pasar itu nantinya akan jadi juragan beras dan kaya raya. Pes tersenyum senang. Lalu dilihatnya seorang pengemis, masa depannya akan penuh keributan dengan anak dan istrinya, dan sampai tua ia tetap mengemis. Pes pun meringis.
 Kemudian ia terfikir mencari jodohnya di pasar ini. Seorang perempuan cantik ditatapnya, perempuan itu akan berjodoh dengan lelaki kasar dan perempuan itu akan cepat mati karena sakit. Pes mencoba memperingatkan perempuan tersebut, tetapi apa yang ia dapat, perempuan itu menamparnya karena takut Pes akan berbuat cabul. Sepertinya Pes tidak bisa merubah nasib orang.
Ia tatap perempuan yang sederhana, tidak begitu cantik, perempuan itu pun tidak akan menikahinya. Perempuan itu akan hidup senang nantinya tapi masa tuanya akan sendirian ditinggal mati suaminya, kesepian dan jompo. Ia mencoba mengingatkan perempuan tersebut. Perempuan itu hanya tersenyum dan pontang-panting karena takut.
Pes akhirnya terkenal karena ramalannya yang jitu dan tersohor sampai kota sebelah. Keinginannya untuk menjadi terkenal pun terkabul. Tetapi tidak ada satu wanita pun yang mau menjadi istrinya karena takut. Semua orangtua yang memiliki anak gadis pun menjauhi anaknya dari Pes. Lama kelamaan Pes mulai merasa kesepian. Dan ia meninggalkan kotanya untuk mencari wanita yang tidak mengenal statusnya saat ini dan mau menikahinya.
Semua kota yang disinggahinya dan semua perempuan yang dilihatnya tak satu pun yang berjodoh dengannya. Berhari-hari ia mencari jodohnya. Sampai suatu hari bertemulah ia dengan perempuan yang akan menikahinya, menempuh hidup dengannya. Wanita itu cantik, tinggi, tetapi suka main serong dan suka berbohong. Alangkah sedihnya hati Pes. Lalu ia pergi meningggalkan wanita itu dan mencari wanita lain. Suatu hari lain bertemu pula ia dengan wanita yang berjodoh dengannya. Wanita itu tidak cantik tapi berhati lembut, janda, dan beranak lima. Suatu hari nanti, setelah seminggu usai pernikahannya wanita ituakan mati dan meninggalkan pes dengan anak-anak. Pes kembali sedih. Ia pergi meninggalkan wanita tersebut.
Sampai suatu hari Pes mencoba meramal dirinya sendiri. Sambil melihat dirinya dalam cermin Pes merapal ajian yang diberikan kakek-kakek sakti. Was wis wus langit berhembus, wat wit wut jagat beringsut. Kemudian ia melihat bagaimana nasibnya nanti, ia akan mati terpanggang dalam suatu keributan hebat oleh amuk warga yang membencinya. Jika ia bertahan di kota itu, maka nasib naas itu yang akan ia terima.
Ia pun bergegas pindah ke kota lain. Sesampainya ia disana ia meramalkan dirinya lagi. Apa yang dilihatnya membuat sesak nafas dan jantung berdetak cepat tak karuan. Ia akan mati di seret oleh kuda, jika ia bertahan di kota itu. Ia pun bergegas pindah ke kota lain, sesampainya disana ia melakukan hal yang sama. Dilihat nasibnya di kota itu, ia akan mati dilempari batu oleh warga yang membencinya. Sampai semua daerah yang ia datangi tak ada satu pun tempat yang bisa membuatnya mati dengan tenang.
Hingga akhirnya ia lari ke hutan di tepi gunung yang tak begitu jauh dari keramaian. dengan bermaksud mencoba hidup tenang tanpa rasa takut, maka ia meninggalkan semua kebiasaannya. Ia berhenti untuk meramal masa depan, termasuk masa depannya sendiri. Ia mencoba bercocok tanam untuk menghidupi dirinya sendiri. Sampai akhirnya ia tua, tetap hidup sendiri, jomblo tulen. Badannya yang pendek dan kekar mulai sakit-sakitan, encok, asam urat dan panu. Janggut dan rambutnya dibiarkan memanjang. Pes tak lagi memperhatikan hidupnya.
Pada suatu siang saat ia tengah mencangkul kebunnya, datang seekor harimau yang lapar dan menerkamnya dari belakang. Peskimun pun mati. Ahay!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar