Senin, 09 Mei 2011

(Hahay Story 041) " G A N J A "


Seorang supir dan seorang kenek truk, orang Padang tulen, sedang membawa hasil kebun dari Lampung untuk mereka jual ke pasar tradisional Bekasi. Setelah penyeberangan Bakaheuni-Merak, terus merangsek masuk ke jantung kota Banten, dilanjutkan masuk ke jalur tol Jakarta dan menuju ke Bekasi. Perjalanan yang sudah biasa dilaluinya, sudah lumrah hafal di luar kepala. Bak pribahasa Minang, “Makan tacirik minum tajamban (apa yang dimakan dan diminum pastinya akan terbuang juga, sudah menjadi hal yang lumrah, sajalah).”  
Sepanjang perjalanan tidak ada halang merintang yang begitu berarti, semua berjalan normal-normal saja. Tetapi sesampainya di pintu tol Bekasi Timur truk mulai ngadat, ndut-ndutan dan rewel. Bawaan dibelakang sarat dan sesak, berisi buah-buahan, ada pisang, petai, manggis dan durian, semua hasil tanam perkebunan khas propinsi Lampung yang mereka hantar menuju tujuannya yaitu pangsa pasar orang Bekasi. Sesuai pesanan hantaran harus sampai sebelum pagi menjelang karena semua harus siap edar pagi dini hari, dan sampai ke penjual eceran sebelum siang. Hari ini sudah mulai meranjak ke pagi, jam 23 30. Sang supir marah-marah kepada keneknya, “Lah wa’ang cek tu oli dan masin nyo?” Sang kenek menjawab dengan menjerit pula, “Alah! Sajak kapatang ndak ado masalah! Mungkin businyo!” Begitulah keduanya saling berkomunikasi.
 Sebelum melewati pintu keluar tol truk mengangguk-angguk. Ditekan pedal gas dalam-dalam, bunyi mesin meraung, tapi jalannya tetap angguk-anggukkan. Tapi mesinnya masih bisa hidup dan truk masih bisa jalan kembali, mereka meneruskan perjalanan. Sesampainya di sebuah tanjakan jembatan penyeberangan, mesin seakan meraung tak kuasa untuk menanjak. Semakin di gas suara semakin meraung tetapi truk tak jua mau mendaki seakan kehilangan kekuatan mesin pun tak kuasa menanjak. Tiba-tiba truk mundur sendiri lalu sang supir menginjak tuas rem dalam-dalam, sambil berteriak, “Ganja! Ganja! Ganja! Ambiak ganja nan gadang! Lakehlah wa’ang ko!” Sang kenek membuka pintu dan terjun dari tempat duduknya. Mengambil potongan balok yang terbungkus dengan kertas koran sang kenek bergegas meletakkannya di roda yang sedang meluncur turun. Tap, balok tepat pada waktunya menghentikan truk dari meluncur turun mundur.
Tak dinyana di dekat truknya ada seorang polisi yang tengah patroli dengan sepeda motornya. Mendengar teriakan “ganja-ganja-ganja,” dalam fikirannya pasti ada sesuatu yang tidak beres dengan truk tersebut. Lalu ia menghentikan motornya di tepi jalan sebelum pendakian tepat tak jauh dari pantat truk. Ia berjalan mendekati kenek yang sedang jongkok memperhatikan mesin dari bawah truk. Sang polisi mencolek sang kenek, dan kemudian kenek menoleh ke belakang didapati sang polisi tengah berdiri tolak pinggang.
“Ado apo pak pulisi?” tanya si kenek. Mendengar suara kenek yang tengah berbicara dengan seseorang si supir menengok dari kaca spionnya. Polisi dengan ramah menyapa.
“Selamat malam pak.” Pak polisi mengangkat tangan kanannya ke jidat memberi hormat.
“Selamat malam juga pak.” Jawab si kenek sambil jongkok ia mengangkat tangan kanannya ke kuping kanannya.
“Bisa tunjukan surat-suratnya! Sedang mengangkut apa kalian? Coba di buka?” pinta pak polisi.
“Oh bisa sebentar yah pak.” Si kenek berdiri lalu meletakkan tangan kanannya di mulut kemudian ia berteriak kencang membuat pak polisi tersurut kaget.
“Oiii supir! Iko pak pulisi mintak ka mancaliak surek-surek, lakehlah!”
“Iyo! Iyo. Tunggu sakasua jo banta.” Si supir berkelakar dan terkikih perlahan di depan. Kemudian ia turun dari truk dan memberikan surat-surat itu pada polisi tersebut. Pak polisi membacanya dan mendapatkan konten dalam surat bahwa bawaannya adalah buah-buahan, pak polisi tak percaya begitu saja.
“Coba kalian buka tutupnya!”
“Ini isinyo buah pak! Ndak ado yang macam-macam. Picayolah pak!” jawab si supir, si kenek hanya mengangguk mengiyakan.
“Ahhh, saya suruh buka ya buka. Saya mau lihat.” Jawab pak polisi tegas dan galak.
“Baiklah! Oii capek ang bukak dari belakang!” supir menyuruh keneknya yang sedang bengong.
 Lalu dengan cekatan keduanya membuka tutup terpal dan daun pintu belakang truk. Pak polisi memeriksa dengan teliti, ia berputar memeriksa satu per satu, sampai ke atas truk dan kedepan kursi kemudi. Tak satu pun barang mencurigakan ia temui. Tetapi ia masih penasaran, karena sewaktu ia tengah berada di motor ia mendengar jeritan ‘ganja’. Maka ia mencari benda yang sebagai targetnya adalah bungkusan ganja. Dengan sabar ia mencari sampai ke belakang jok. Akhirnya tak satu pun barang yang menyerupai target operasinya.
Kemudian ia kembali kepada dua orang yang menjadi tersangka dan terduga, tapi tak terkira bahwa barbuk tak jua ia dapatkan, maka ia mencoba mencari tahu dari keduanya. Berdiri bertolak pinggang, dengan nada penuh wibawa ia bertanya.
“Jadi benar kalian hanya membawa buah-buahan saja?”
“Betul pak. Kan bapak sudah tengok-tengok sendiri. Indak ado barang yang haram do, paaaak. Babi saja ndak ado apalagi barang haram yang lain.” Jawab si supir mulai ketakutan.
“Tadi saya mendengar ganja-ganja-ganja. Jangan-jangan kalian membawa ganja! Coba kalian buktikan!” mendengar pertanyaan pak polisi, keduanya saling bertatapan dan mengangkat bahu. Lalu si kenek tiba-tiba melotot seperti mendapat pencerahan.
“Ooooh mungkin yang dimakasud pak pulisi iko adalah ganja untuk menahan truk.” Jawab si kenek dengan girang menemukan klu.
“Oh iya-iya, mungkin itu makasudnyo.” Sambil ketakutan sang supir menimpali dengan mendorong-dorong sang kenek untuk mencabut ganjal balok yang terbungkus koran untuk menahan truk tersebut dari meluncur turun. Lalu sang kenek yang juga mulai takut, mengangguk mengiyakan dorongan rekannya untuk mencabut, setelah ia cabut ganjal itu lalu ia bergegas menyerahkan kepada pak polisi.
“Jangan berikan ke saya, kalian saja yang pegang. Coba kalian buka bungkusannya!” balok yang terbungkus koran perlahan-lahan mereka buka bersama, karena takut mereka membukanya berhati-hati. Tanpa mereka sadari truk mereka mulai beringsut mundur, bergerak perlahan tanpa bunyi mundur mengikuti jalan yang menurun. Setelah bungkusan terbuka terlihat lah balok hitam berlumuran oli, itu sebabnya mereka membungkusnya dengan koran.
“Ini di kampong kami namanya ganja pak pulisi!” jawab si kenek.
“Ganja itu untuak menahan apo sajo, yah bulih roda bulih juga daun pintu. Ini lah namonyo ganja!” jawab sang supir menambahkan.
“Jadi kalian bilang ganja-ganja-ganja itu, adalah balok dekil ini?”
“Iya pak pulisi.” Jawab keduanya serentak sambil memegang bareng balok hitam di atas koran.
Tiba-tiba terdengar, brak, brek, krek, bum, prang! Dengan serempak ketiganya menoleh ke arah datangnya suara. Mereka dapati motor pak polisi telah ringsek ketabrak truk dan tertimbun buah-buahan yang tumpah menimpa sepeda motor patroli.
“Wualaaaah!” teriak pak polisi sambil jingkrak-jingkrak menahan kesal melihat motornya remuk.
“Wadoooooooooh.” Teriak si supir dan kenek melihat muatannya berhamburan.
Keduanya menahan tangis penuh haru sambil merapikan tumpukan buah di tepi jalan sepi tengah malam buta di bantu pak polisi tersebut dan bala bantuan polisi lainnya.
Ahay....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar