Selasa, 03 Mei 2011

Ayakan 2


Aku telah mendengar bahwa As’ep (e dibaca dengan ‘e’ pepet, Asap jadi As’ep, panggilan buatnya yang berarti Anak Seribu Pulau, nama aslinya Edi) sahabat lama yang sudah naik hajji, kabar kepulangannya ke tanah air telah aku dengar jauh hari sebelum hari ini baru berkesempatan bertemu dengannya lagi. Sudah lima bulan lamanya. Tidak mau di panggil pak hajji. Panggil seperti biasa saja dan seperti adanya sama sebelum naik hajji, menurutnya sih begitu.
Entah kenapa baru ada kesempatannya hari ini. Tapi memang aku sudah berniat ingin ketemuan hari ini. As’ep sudah sukses, memiliki perusahaan sendiri, sebelumnya mah cuma karyawan biasa dan sambilan usaha jualan telor bebek. Sekarang memiliki rumah gedong plus kolam ikan di halamannya, satu buah mobil, satu buah sepeda motor, dan satu buah sepeda berkeranjang. Buat ukuran orang kota mah termasuk sukses lah! Yang lain boro-boro punya halaman, yang ada, buka pintu langsung prapatan lampu merah, he he he.
Bertemu dengannya lagi adalah kangen-kangenan dan mengobrol ngalur ngidul seperti biasanya. Aku cukup mengenalnya karena kami memang sudah lama kenal. Sekedar ingin ngobrol saja mengulang-ulang kisah. Tak sedikit pun aku menanyakan perihal hajji. Kami bisa menghabiskan waktu sampai malam hanya untuk ngobrol. Dari dulu memang kami hobbi ngobrol tentang apa saja, apalagi menceritakan teman-teman yang konyol dan lucu.
Setelah makan malam bareng keluarganya, As’ep mengajak ku duduk-duduk di beranda rumahnya sambil minum wedang jahe, si ibu menyediakan camilan kacang goreng. Lalu kami lanjutkan ngobrol cerita tentang teman-teman kuliah. Tak terasa pukul telah mendekati pagi, jam sebelas malam, waktunya untuk aku pamit pulang. Satu pukul dua pukul, tak terasa sudah, kami cukup sudahi hari ini ngobrolnya. Rasanya tak cukup hanya sepukul dwipukul bisa-bisa sampai subuh. Sebelum pamit aku tergelitik meminta oleh-oleh dari perjalanannya ke Mekah. Aku tak mengharapkan kurma atau tasbih, aku hanya ingin berbagi pengalamannya saja.
Dengan kalimat sederhana dan singkat cerita, tak bertele-tele dan panjang-panjang. Tidak seperti biasa aku mendengar orang lain yang naik hajji, pasti ada cerita berbau mistik lah, atau cerita yang aneh-aneh. Tapi ini cerita yang singkat dan padat.
“Hajji, ya jalanin rukun yang wajib-wajib aja dan yang sunah-sunah cukup atu kali, setelah itu yah pulang.” Menurutnya demikian.
Lalu aku bilang padanya, “wah kalau cuma itu semua orang juga tahu.”
“Yah kalau sudah tahu, laksanakan.” Begitu ia lanjutkan.
“Oh begitu yah?” kata ku.
“Aku nggak bisa ceritain pengalaman yang lain, karena aku hanya bisa melakukan rukun-rukun wajib aja dan setelah itu aku pulang. Kan niatnya hanya mau naik hajji bukan yang lain-lain, mengharapkan sesuatu dari rumah yah cukup dari rumah aja. Kalo mau beli kurma dan oleh-oleh hajji tuh di Tanah Abang juga ada.” Katanya lagi.
“Gak ada cerita aneh bin ajaib yang kau rasakan disana geetoh?” tanya ku lagi.
“Kagak. Semuanya biasa aja. Yang pasti rame banget orang disana. Tapi orang yang sudah hajji itu harusnya ibadahnya lebih getol lagi. Kagak berarti orang udah hajji terus jadi ustad atau guru, ngajarin diri sendiri aja dulu dengan melakukan ibadah lainnya dengan bener baru jadi imam buat keluarga.” Aku mengangguk-angguk setuju.
Aku mengangguk-angguk setuju. Tak lama sesudah itu aku pamitan.
 Sungguh aku tak menyangka, pemikirannya begitu sederhana. Tak melebih-lebihkan keadaan. Banyak cerita orang lain yang hajji telah dibukakan pintu hati dan fikirannya, berarti selama ini mampet dan kesumbet dong. Ada benarnya, tentang hajji dan rukun-rukunnya telah banyak ditulis di dalam kitab, tinggal dipelajari sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar