Sabtu, 02 Juli 2011

Chapter 1 Sita Mencari Ayah - Prediksi Sebuah Kematian

PREDIKSI SEBUAH KEMATIAN

(Beberapa saat sebelumnya.)

Rumah sakit ini penuh sesak didatangi pasien, maklum rumah sakit terbesar di kota kecil. Saat inilah aku datang untuk mengecek kelainan dalam pernafasanku yang terkadang sesak mendadak dan juga terkadang sulit tidur, karena punggungku akhir-akhir ini terasa panas dan kepala gampang sekali cenat-cenut. Dokter yang know me so well adalah Dokter Zakaria, sahabat sekaligus musuh sewaktu merebutkan mantan pacarku, sekarang sudah ku peristri.
Sebelum aku masuk menjumpai sahabat yang dokter spesialis penyakit dalam, ia tengah mendebatkan penyakit seorang lelaki tua renta yang terkena penyakit jantung. Setelah itu namaku dipanggil juru rawat, seorang laki-laki bertubuh gemuk berlari ingin masuk dan kami bertubrukan di depan pintu. Kami berdua terjatuh dan aku menggerutu karena kesal. Ia berdiri dengan rasa amarah, yang nabrak dia yang marah juga dia. Aku ingin sekali meninju mulutnya yang bau, saat ia berbicara tercium bau gulai basi, aku terpancing emosi. Lalu aku tersadar dan berusaha sabar. Akhir-akhir ini memang kesabaranku mulai berkurang.
Dengan penuh kesal dan dendam aku mengambil hasil ronsen yang terjatuh. Aku berusaha  menunjukan nomor urut dengan nada perlahan seperti orang menahan buang kentut, lelaki gendut itu menjawab dengan marah-marah karena merasa nomor urutnya terlewati, itu karena beliau kebetulan kekamar kecil untuk membuang air besar, dan terjadi penjelasan sengit oleh juru rawat, padaku dan pada lelaki gendut berbau mulut. Aku rasa ia juga berpenyakit dalam, darah tinggi, gagal ginjal dan jantungan, kelihatan dari tubuhnya yang tidak terawat.
Beberapa saat terlewati, walhasil beliau mendapat giliran setelahku. Beliau menahan  dadanya yang sesak karena menahan sakit, jantungnya kumat. Dengan fikiran yang kesal aku masuk tanpa memperhatikan hasil ronsen yang terbawa adalah hasil ronsen tubuh lelaki gendut itu. Memang aku juga merasa terlalu mudah marah akhir-akhir ini menunjukan aku juga sebenarnya sakit.
D Zacz panggilanku buat Dokter Zakaria, ia sedikit kesal karena lelaki tua, pasien yang masuk sebelumku tidak mau pulang, dan memutuskan berlama-lama diruangan dokter, terlebih lagi dengan kegaduhan yang terjadi didepan pintu tadi, Zacz menerima kedatanganku dengan wajah agak cemberut. Setelah memeriksaku dan memeriksa hasil ronsen, maka hal mengejutkan itulah yang aku dengar saat itu. Aku divonis berpenyakit jantung yang akut dan harus melakukan pengobatan yang ekstra. Bahkan jika aku membandel maka vonis matilah yang mempercepat akhir semua rasa sakit ini. Aku keluar dari ruangan dengan rasa berat dan kepala tertenduk lesu. Selebihnya kami saling membagi, Zacz mencoba menyemangati, tidak ada keputusan dan cermat seorang dokter yang selalu benar, ia menganjurkan aku hidup sehat saja dan melaluinya dengan gembira. Bisa saja prediksi ini salah dan bahkan ada keajaiban aku bakal sembuh.
Setelah beberapa saat didalam aku berbincang-bincang, aku memutuskan untuk segera keluar dari ruangan rumah yang berbau obat ini. Setibanya di luar ruangan aku terduduk lesu di bangku antri. Untuk beberapa saat aku melamun. Lelaki yang bertubuh gemuk tadi masuk ke ruangan Zacz. Aku masih duduk lesu. Entah berapa lama aku melamun, lelaki gemuk itu telah selesai konsultasi ia keluar dengan wajah sumringah. Setelah mendengar adanya perkembangan baik dari hasil ronsen yang bukan miliknya membuat dirinya bertambah sumringah dan bersemangat lagi untuk terus tetap hidup.
Keluar dari ruangan dokter dengan langkah semangat dan rasa sakit dadanya hilang mendadak membuat aku cemburu. Tetapi aku tak menyadari ada permainan takdir Tuhan disini, yang sebenarnya aku dan lelaki gendut itu tak menyadarinya sama sekali. Alangkah bodohnya aku harus mencumburui kesehatan orang lain, fikirku. Aku bergegas bangkit dan mengemasi barang bawaanku ke dalam tas besar. Lalu segera pulang menuju rumah dimana istri dan anak-anakku lebih berharga dibanding wajah lelaki gendut itu, sekali lagi aku benar-benar ingin meninju mulutnya yang tertsenyum lebar sekeluarnya dari ruangan tadi.  

2 komentar: