Rabu, 20 Juli 2011

SISTEMATIKA BUKU SEKOLAH


Ketika si ibu mengeluh mencari buku pelajaran yang sekonyong-konyong hilang dari pemasarannya. Lalu si Sulan yang juga guru menawarkan buku untuk membeli pada dirinya, hanya lebih mahal sekian. Si ibu yang tak mau sibuk dan hitung-hitung berniat membantu uang bensin dan mempermudah perkaya si Sulan, maka mudah di tebak si ibu membeli saja sama si Sulan.
Dana BOS daerah Jakarta untuk buku; sebesar Rp. 400.000 per siswa per tahun untuk anak SD dan Rp. 575.000 per siswa per tahun untuk siswa SMP. Dana itu dicairkan untuk sekolah-sekolah mengeloala sendiri buku-bukunya. Jadi kalau ada beberapa sekolah yang menggratiskan buku-buku sekolahnya itu adalah berkat bantuan dana BOS. Atau beberapa sekolah menerapkan system buku lungsuran, yaitu setiap siswa akan dipinjamkan buku-buku tertentu sampai anak tersebut naik kelas, dan kemudian dikembalikan ke sekolah untuk dilungsurkan pada siswa baru berikutnya, begitu juga untuk murid kelas diatasnya berlaku system yang sama. Tetapi untuk dana sebesar itu per siswa maka dapat dikalikan perjumlah siswa di sekolah tersebut, sehingga sekolah dapat mengelola sendiri buku-bukunya.
Sejak reformasi, buku tidak didominasi lagi oleh penerbit yang ditunjuk pemerintah saja. Penerbit-penerbit lain juga ikut berkompetisi, maka sistematika penyaluran buku sudah pasti dikelola langsung oleh sekolah-sekolah melalui dana BOS tersebut. Sudah pasti harga buku akan jauh lebih murah karena langsung dari penerbit. Akan tetapi kualitas buku akan seutuhnya berada dibawah pengelolaan sekolah, jangan hanya harga yang murah tetapi tidak memenuhi kualitasnya.  
Lalu kenapa sampai ada kasus buku yang tidak terpenuhi siswa, atau jika siswa ingin memiliki buku sendiri lalu buku hilang dari pemasaran. Kalau pun ada guru yang ingin memperjual belikan buku sendiri tidak lah menjadi suatu masalah, justru yang dipertanyakan adalah bagaimana sampai terjadi buku dari dana BOS itu tidak tersalurkan? Memang tidak semua jenis buku yang bisa disediakan oleh sekolah melalui dana BOS tersebut, tetapi beberapa sekolah berhasil melakukan sistem lungsuran tadi untuk mengelola dana tersebut untuk memperbanyak jenis buku, bahkan ada sekolah yang telah menggratiskan buku LKS-nya.
 Sebenarnya dana BOS untuk buku ini sangat lah positif untuk kemajuan pendidikan di Jakarta, setelah beberapa tahun belakangan berjalan dengan baik, tetapi jika pengawasan dan sistemnya tidak diperbaiki, maka sangat mempermudah celah untuk penyalahgunaannya. Yang tentunya akan merepotkan orangtua murid, ujung-ujungnya harus bayar lagi, harus beli buku yang lebih bagus selain dari buku yang disediakan sekolah.
Semua ini hanyalah untuk mempermudah dan memajukan murid, lalu kalau masih ada keluhan itu wajar, karena semua orangtua murid berhak tahu dan mempertanyakannya. Jika sekolah yang tidak mau terbuka juga tidak apa tetapi jangan menyulitkan murid dan orangtuanya. Untuk masuk sekolah yang bagus lengkap dengan peralatan dan laboratoriumnya, bahkan buku sekolahnya juga lengkap, juga buku-bukunya gratis atau dipinjamkan, juga gedungnya keren, sangatlah banyak aturan khususnya buat anak calon murid bisa lulus seleksi. Anda dapat membayangkan, dengan orangtua yang anaknya yang kurang pandai, miskin pula, harus masuk sekolah yang gedungnya bobrok, dan buku harus bayar.
Semoga semakin tahun semakin membaik dunia persekolahan di kota tersayang ini, dan dapat jadi contoh kota-kota lain. Bukankah gaji guru disini sudah jauh membaik dibandingkan guru-guru yang ikhlas hati memperdayakan dirinya mengabdi di pelosok desa tertinggal.  Dibandingkan tenaga yang hanya dibayar UMR dan harus mendapat perlakuan kasar, tentunya guru akan lebih mulia jika benar-benar mengabdi sebagai panggilan jawatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar