Minggu, 17 Juli 2011

“Puncak Jaman Angkoro Murka”

Menyanyikan lagu sang penyair
merapal aji-aji sang peramal
yang jauh mendekat
yang dekat merapat
yang percaya salah bakal benar
bukan sulap bukan sihir
bukan kentut bukan petir
yang berbau busuk mewangi
yang kantuk tersadar
yang terhipnotis terjaga
segeralah kalian orang berwaspada
aku tak menyengajakan diri tapi telah berhajat
tutup panca indera
buka lebar hati
hati-hati

Akeh wong mendem doa
kalian semua berambisi
disana-sini pada rebutin unggul
angkoro murka merajalela
agama disisihkan, dalih-dalih berdalil
berwatak angkoro murka hanya memperbesar kedustaannya

Hukum agama norma
Di Langgar dan di Pura
peri kemanusiaan dihempaskan jadi alas janji pepesan kosong
sopan santun ditinggalkan
adab budaya orang gila
kehilangan akal budi yang sehat
menjadikan biasa secara halus tak teraba

Lalu kepala Negara dan tentara punya pengaruh
Negaranya hanya seperdelapan
seperdua saja yang terbagi kepada hamba sahaya
tukang suap saya ndadra
wong jahat ditampa wong suci dibenci

Timah dianggap Perak
Emas dianggap Tembaga
Dandang dipinginin Kuntul
Kuntul baris Banyak
Pagar jadi panganan

Wong dosa sentosa
wong becik dikicik
maling dilepas sing kehilangan disalahake
gak dapat bukti direkayasa
asal tangkap itu biasa
salah ngotot
terbukti lari
tertangkap pasang badan
bernyanyi lagu sakit hati
mencari-cari membela diri
berita siapa yang melepaskan?

Tidak terdengar sanjungan lagi, apa tulah?
Saling menjatuhkan setelah mundak
Saling gilas setelah menginjak
yang bener keteter
yang baik dikurung
yang jujur mati

Penganggur tersungkur
yang rajin terjungkal
yang menyakitkan hati orang akan dibenci
doa teraniaya terjadi
sementara kaum buruh mengeluh
orang-orang kaya mulai ketakutan
pesolek jadi priyayi
senanglah penjual domba aduan
susahlah orang-orang yang berbaik sangka

Bangun jatuhnya orang itu memang
Tuhan tidak perlu membuktikan kebesarNya dengan menggilirkan nasib
orang berkuasa atas nasibnya
mana yang beriman mana yang pendusta
banyak saling tuduh
orang serba mengecewakan orang saja
kepala-kepala negara saling pilih blok yang menurutnya baik

Hore, hore! Wong jawa kari separo, Landa Cina sejodo
kata pribumi dicaci
Bokor pecah siapa yang nambal

Akeh wong ijir, akeh wong cetil
Eman ora keduman
Sing keduman ora eman
Akeh wong bambung, akeh wong limbung
Akeh wong omah-omah pada bubrah
perkawinan terlarang
dua jenis yang sama dibuat berbeda, diantara ada dan tiada norma

Selote-selote jaman yen besuk
pabila jaman kebalikkan telah tiba
maka bala tentara Tuhan yang seperti pertanda datang sekoyong-konyong
gunung-gunung berpindah dan bergerak
darat menjadi laut, laut menjadi darat
timur menjadi barat
matahari serasa mendekat
kemunduran dari para penyerang
bertahan bukan pemenang

Wong nyilih mbalekake wong utang mbayar
utang jiwa nyaur jiwa, utang malu bayar malu
yang suci menjadi bibit
yang jahat masuk liang lahat
wong curang keplanggrang
wong jahil drekikil
durjana musnah
penghianatan dimakan laknat
yang salah bakal susah

Hu samolah Hu, Haq samolah Haq
semua aji telah habis terurai
tak bermantra tak berkias
tak berperi tak berbahasa
tak ada tubuh tak ada nyawa
hanyalah Zat semata-mata
ku kembalikan kepada yang Maha Kuasa


18 Juli 2011
Menandai hari, tidak ada wangi bunga, tidak ada kopi, tidak ada pelangi, hanya bau sampah. Pagi yang pertanda, tak bersedih tak tertawa, sendiri, riuh diluar, hanya hari biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar