Senin, 11 Juli 2011

(Hahay Story 054) Cerita Uyung & Amak (Sesi Sekolah)

Kehidupan sederhana selalu saja menimbulkan kebahagiaan. Tanpa harus basa-basi dan dipertentangkan perihal benar atau salah, hanyalah sebuah kasih sayanglah yang Uyung persembahkan. Hari itu, di sekolah, tengah menghadapi pelajaran matematika, Uyung tidak berhasil juga memecahkan soal matematika yang diberikan gurunya yang terkenal killer (kayak pemburu aja).

"Yung! Begini aja kamu kok tidak bisa?" tanya pak guru matematikanya.
"Yaa bapak kan udah tau, makanya bisa!" sahut Uyung yang sudah kesal tak bisa mengerjakan malah disalahkan. Bukankah guru itu harusnya sabar mengajarkannya sampai bisa.
"Tapi dulu juga bapak gak tau, Yung!
Untuk itulah bapak kan belajar dulu maka lama-lama bapak tau."
"
Tuhkan lama-lama! Makanya jangan maksa dong pak!"
"Tapi bapak gak butuh waktu lama."
"Kalo gitu gak mau ah pak. Kalo cepat tau nanti Uyung jadi guru kayak bapak. Uyung kan mau jadi vokalis grup band.
Atau jadi kepala sekolah."
-o-

Sudah beberapa hari Uyung tidak masuk sekolah karena sakit. Dan beberapa hari pula Uyung minta ijin tak masuk sekolah karena harus merawat ibunya yang sakit. Lalu ibu guru mempertanyakan tentang ketidak-absenan Uyung untuk beberapa hari tersebut.

"Yung! Kamu itu kalo gak masuk sekolah, kirim surat kek, sms kek!"
"Ah bu guru! Ibu kan tau aku gak punya hape." Bu guru melotot.
"Ya kirim surat laaah!"
"Malas ah bu, soalnya setiap aku kirim tak pernah ibu balas." Biji mata bu guru mau keluar.
-o-

Esok kan harinya Uyung akan masuk sekolah lagi setelah libur sekolah, maka Uyung mempersiapkan alat tulisnya. Setelah hitung punya hitung ternyata Uyung tidak punya alat segitiga atau siku-siku. Dalam fikirnya, Uyung harus minta sama siapa lagi, amak kan sudah belikan Uyung sepatu pasti duitnya amak habis. Terfikirlah olehnya pamannya yang baik hati. Dalam bayang-bayang angannya wajah paman tersenyum sambil menyodorkan uang buat membeli alat sekolah tersebut. Berangkatlah si Uyung ke rumah pamannya dengan mengendarai kereta angin alias sepeda.
Setibanya di rumah paman ia disambut Murni, sepupunya yang seumuran. Murni menyilahkan masuk dan langsung bertemu pamannya yang tengah asyik mengajarkan anaknya matematika. Setelah memberi salam Uyung langsung duduk di sofa tempat pamannya tengah mengajar di meja tamu tersebut.

"Yung! Apa kabar mu, amak sehat ke?"
"
Baik paman. Amak jugah sehat-sehat saje.”
“Gerangan ape kau datang kemari?”
“Hemmmm. Begini, paman. Aku kan besok masuk sekolah. Setelah aku bereskan alat-alat sekolah ternyata aku tu tak punye pengaris segitiga.”
“Ape?” paman pura-pura tak mendengar.
“Se gi ti ga. Pengaris. Itu tu paman, alat untuk menyiku.”
“Oooooh. Trus kau nak ape?”
“Aku nak paman kasih aku duit buat beli penggaris nanti aku bantu paman mengupas buah kelape.”
“Ah kalau itu kewajiban engkau. Kan tiap bulan engkau ku kasih upahnye. He he he. Bukan maksud paman hitong-hitong. Tapi tak usah mengupas kelape, sebagai gantinye bagaimane kalau aku tes engkau matematika, bagaimane? Setuju?”
“Ohya, siape takut!”
“Hah itu baru si Uyung namanye. Bagus tak?
“Baguuus. Aku akan sekuat tenage ku untuk menjawabnya. ” Lalu paman memberinya selembar kertas dan sebuah pensil.
“Kau buat lah segitiga same kaki. Sekarang!”
“Siap paman.” Uyung langsung menggerakkan tangannya melukis segitiga sama kaki dengan cermat.
“Nih paman udah jadi pun.”
“Ah kau ini tak mengerti ke? Kan aku sudah bilang buat segitiga same kaki, tapi apa yang kau buat ni?” Uyung memperhatikan gambar yang dibuatnya, diputar-putar kertas tersebut,ke kanan ke kiri, rasa-rasanya gambarnya sudah betul, yaitu segitiga sama kaki.
“Tapi ini kan segitiga same kaki, pamaaan?”
“Ulang. Buat lagi segitiga same kaki. Sekarang!” lalu uyung bergegas membuat ulang segitiga sama kaki satu lagi buat pamannya. Semua ini demi sebuat alat tulis.
“Hah. Dah jadi pun. Ni die paman, segitige same kaki.”
“Ah kau ni Yung.”
“Ah juga paman.”
“Ha ha ha. Sekarang kau dengarkan perintah aku sekali lagi. Buatlah segitiga same kaki. Sekarang!”Uyung berfikir keras. Setelah beberapa menit akhirnya Uyung mendapat pencerahan. Aha! Lalu Uyung melukis segitiga dengan mempergunakan kakinya. Penuh kehati-hatian Uyung pun mulai melukis sebuah segitiga tak beraturan. Segitiga yang ia lukis dengan kakinya.
“Nih paman! Dah jadi nya segitige yang aku lukis dengan kaki.”
 “Syabas Uyung. Brilian! Kau anak hebat. Cerdas itu bukan dari kata-kata saje tapi dari perbuatan.” Paman mengambil uang ribuan sebanyak sepuluh lembar lalu diberikannya kepada Uyung.
“Paman aku hanya butuh tujuh ribu saje. Nih tiga ribunye.”
“Tak usah lah, buat kau saje, kau tabung atau nanti kalau dah banyak kan kau tak usah mintak same aku lagi, kau bisa belik sendiri yang kau butuh. Itu lebih hebat dari pada kau mintak same aku. Tapi jangan lupa besok kau kupas buah kelape yang baru dipetik kemarin. Kita harus punya usaha buat kita jadi laki-laki sejati. Ingat kau itu Yung!”
“Siap paman. Uyung pulang dulu ye. Makasih ya paman.”

-o-

Sedari tadi Murni yang mengintip sambil tersenyum, melihat langkah Uyung bagai Hang Tuah, yakni bagai tokoh dalam kisah yang diceritakan ayahnya. Murni bangga dengan keberhasilan Uyung telah lulus ujian dari ayahnya. Setibanya Uyung di depan teras Murni menghampiri dengan sebuah bungkusan.
“Hai Murni, kau main-mainlah ke rumah?” Wajah cerah Uyung yang mengajaknya untuk singgah ke rumah amak.
“Iye lah. Lain kali. Ini ada gulai jengkol kesukaan kau. Aku mintakan sama amak’ku, khusus buat kau dan amak di rumah.”
“Makasih ye Murni. Jangan lupe kau tu.”bungkusan itu ia gantung di stang sepedanya.
“Ape tuh Yung?”
“Maeeeen ke ru mah! Oke nona!"
“Yung kalau di sekolah jangan lupa kau bawakan aku onde-onde buatan amak kau tu ye. Atau kue talam juge tak ape, nanti aku bantu kau menjualkannye.”
“He he he. Kau ni, asyik aje nak bantu aku jual ke. Tak penat ke kau ni?”
“Aku nak bantu aje.” Murni tersenyum malu-malu.
“Haa, iye lah. He he he.” Sambil mengayuh sepeda Uyung tertawa senang,hari ini adalah hari penuh kesenangan.
 
Kesenangan  hari ini adalah ia bisa beli penggaris, dan hari ini pula ia makan gulai jengkol kesukaannya. Tetapi diluar semua itu hari ini adalah hari kemenangannya mengalahkan ujian paman yang dianggapnya orangtua keduanya, juga hari ini ia percaya bahwa yang memasak gulai jengkol pasti Murni sendiri. Betapa hebatnya perempuan-perempuan itu, hanya amak dan Murni lah yang tau kesukaan Uyung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar