Selasa, 18 Oktober 2011

(Hahay Story 060) Tukang Bunga


Adul tak terfikir akan menjadi seorang tukang bunga. Awalnya ia hanya menjadi penerima bunga sisa atau bunga yang sudah dibuang orang, orang yang akan pindah rumah memberikan sisa bunganya pada Adul. Dengan sabar lalu ia memperbaiki dan menukar media tanamnya, dan wow, tumbuhlah bunga itu segar kembali. Ternyata bunga-bunga itu mengeluarkan kelopak bunga yang penuh warna-warni. Kepada sanak saudaranya yang setiap kali ia berkunjung, Adul selalu membawa bunga sebagai hadiah, dan selalu disambut hangat pemberiannya tersebut sebagai hadiah yang indah. Maka Adul berniat ingin membagikan bunga tersebut sebagai hadiah kepada setiap tamu yang datang kerumahnya.
Beberapa hari kemudian, di rumah ibunya kedatangan tamu teman ibunya yang sudah lama tidak berkunjung. Sebagai hadiah Adul memberikannya sebuah tanaman bunga segar. Betapa dengan ikhlasnya Adul membagikan bunga yang sudah sehat kembali itu, baik kepada tamu dirinya, tamu dari adiknya, atau tamu dari ibunya. Lalu teman ibunya itu dengan senang menerima bunga cantik pemberian Adul. Tiga hari kemudian teman adiknya Adul memberikan bunga untuknya. Dalam hati Adul terkesima, bahwa ia baru saja berniat membagikan dan baru saja ia membagikan satu pot bunga kepada teman ibunya maka hari ini ia mendapatkan dua pot bunga berisi enam batang tanaman yang hampir layu.
Hari-hari berikutnya demikian pula. Ia memberikan bunga kepada teman-teman ibunya. Beberapa hari kemudian salah satu teman ibunya mengirimkan Adul bunga-bunganya yang hampir mati sebagai hadiah buat Adul. Betapa terkejutnya Adul, semakin ia berniat untuk mengurangi jumlah tanaman peliharaannya malah semakin bertambah banyak pula tanaman-tanaman yang datang untuk ia perbaiki dan ia rawat. Adul lalu berfikir bahwa ia merasa ditunjuk sang Khaliq untuk menerima rahmat ini. Setiap kali ia merasa senang dan ikhlas memberi maka semakin banyak ia menerima tanggungjawab untuk merawat yang lainnya. Lama kelamaan tanamannya mulai memenuhi perkarangannya.
Karena semakin banyak tanaman itu maka semakin besar biaya perawatannya, dan untuk menutupi kebutuhannya tersebut Adul pun menjual sebagian tanamannya. Tapi tanaman itu tumbuh pesat dan dari biji-bijinya telah tumbuh benih baru. Menyadari bahwa tanaman Adul bukannya berkurang tetapi malah bertambah banyak. Karena keterbatasan halamannya Adul pun memutuskan untuk menyewa lahan agar dapat menampung semua tanaman miliknya. Dalam hitungan bulan tempat itu pun juga mulai penuh dengan tanaman hias miliknya. Melihat kesuksesan yang Adul raih ada pedagang bunga lainnya yang cemburu atas keberhasilan Adul. Menunggu disaat Adul tidak ada ditempat ia pun mencuri semua tanaman hias Adul.
Keesokan harinya ketika Adul mendapati semua tanaman hiasnya raib Adul pun sedih bukan kepalang. Biasanya Adul selalu ikhlas memberikan bunganya kepada orang-orang secara gratis, tetapi untuk pencuri itu Adul tidak bisa ikhlas. Wajar saja, siapa pun tidak bisa ikhlas jika barang kesukaannya dicuri. Hati Adul pun mulai risau, karena dari penjualan tanaman hiasnya inilah sumber pencahariannya terputus. Tak satu pun tanaman hias itu disisakan pencuri. Adul pun pulang dengan hati sedih.
Berhari-hari setelah kejadian itu, tak ada satu pun bunga yang telah raib itu terganti. Di dalam kerisauan fikirannya, Adul pun takjub dengan apa yang terjadi. Jika ia memberikan satu pot bunga dengan ikhlas maka tak butuh waktu lama ia telah mendapat kembali gantinya, bahkan dengan dua kali lipat jumlah yang ia dapat. Tetapi kali ini ia dirampok, hatinya sulit sekali untuk mengikhlaskan kehilangan tanamannya, bahkan atas kesedihannya itu ia telah mengadukannya kepada sang Khaliq, tetapi tak satu pun ada orang yang memberikan bunga untuk ia kembangkan kembali seperti dulu.
Hari berikutnya dengan lemah tanpa semangat ia pun mengunjungi lahan sewaannya tempat ia biasa berjualan bunga. Hari itu tak ada gairah sama sekali, ia hanya berniat untuk memberesi tempat itu lalu setelahnya ia segera pulang. Sesampainya ia disana ia mulai membersihkan tempat itu, disaat ia membersihkan tempat itu ada dua kaleng bekas susu yang berfungsi untuk mengganjal meja yang sudah tak berkaki. Tanpa ia sadari salah satu dari dua kaleng itu berisi benih tanaman hias yang tak sengaja ia simpan. Sambil mengangkat alas meja itu Adul tak sengaja menendang kaleng tersebut dan berbunyi kemericik sepertinya kaleng itu berisi kerikil.
Adul pun mengangkat kaleng yang bergemericik itu. Betapa terkejutnya Adul setelah ia membuka kaleng itu, ia mendapati benih yang banyak sekali untuk bisa ia tanam kembali, semua benih itu masih dalam keadaan baik dan masih bisa ia tanam. Adul pun teringat kata-kata ibunya yang memuji Adul kepada teman-teman pengajian ibunya, “Adul itu tangannya dingin kalau tanam menanam. Apa yang ia tanam kemungkinan besar pasti tumbuh!” Hidung Adul kembang kempis membayangkan pujian ibunya. Dengan semangat ia pun pulang ke rumah. Dalam hati Adul berfikir, “Ternyata tidak semua yang bisa pencuri itu ambil dari ku, ilmu pengetahuanku akan tanaman dan bibit bunga ini lah yang telah luput dari mata mereka.”
Dengan kemampuan itu lah Adul kembali menanam bunga-bunga hias itu. Awalnya dari satu bunga kembali kepada satu kaleng bibit. Walaupun sulit untuk ikhlas merelakan semua yang telah hilang tetapi tak semua yang hilang itu bisa dicuri. Yang Tuhan kembalikan itu bukan tanamannya yang hilang tetapi kemampuannya yang hampir ikut tercuri. Dengan susah payah Adul memulai kembali usaha tanaman hiasnya, kali ini ia harus lebih berhati-hati.
Ahahahayyya…

-o0o-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar