Paman Ayub.
Uyung tengah singgah dirumah pamannya
di kampung Sungai Rokan, disana ada Anwar yang seumuran dengannya. Paman Ayub
adalah saudara almarhum ayahnya. Terdengar alunan lagu Ebit yang membelah-belah
udara ruang tamu, membuat Uyung mengantuk. Diikuti Anwar yang mulai mendengar
suara alunan lagu dari pita kaset kumpulan lagu hits Ebit terdengar sayup-sayup
sampai, keduanya terbius racun ngantuk.
Sedang tenggelam dalam lena, paman
Ayub menjaga keduanya agar diajak bincang. Uyung dan Anwar terkejut dan sadar
dari lenanya.
"Ado apo ayah?" tanya Anwar.
"Tak de lah..." jawabnya cuai.
"Ahh ayah!"
"Iye paman, mengejutkan
saja. Ayo War kita main di luar saje!" pinta Uyung kesediaan Anwar
membawanya keluar untuk bermain.
"Eit eit eit, kejap. Tadi
kau panggil Anwar ape?"
"War, paman!"
"Tak boleh macam tu. Anwar
tu lebih tue dari engkau. Panggil dio abang."
"Tapi kami ni cume beda
beberapa hari saje."
Uyung coba protes.
"Tak bisa. Tak bisa. Mau
sehari ke, sejam ke, semenit sekalipun dio tetap abang kau. Tak boleh macam tu,
namenya kurang adab."
"Baeklah paman."
Tiba-tiba paman menjatuhkan kendi
dari nenek dan membiarkannya di lantai.
"Eit eit eit paman! Paman tak boleh macam tu. Kendi itu lebih tue dari paman. Ie ade sebelum paman ade, berarti die lebih tue dari paman. Tak boleh macam tu, namenye kurang adab."
"Eit eit eit paman! Paman tak boleh macam tu. Kendi itu lebih tue dari paman. Ie ade sebelum paman ade, berarti die lebih tue dari paman. Tak boleh macam tu, namenye kurang adab."
"Aih kau ni nak
bedegil!"
Uyung dan Anwar berlari keluar
meninggalkan paman. Kemudian paman menengok ke kanan ke kiri sambil mengangkat
kendi.
"Maafkan aku ye, jangan kau bertulah ye... Hiiiiiii!" Paman ngeri sendirian.
"Maafkan aku ye, jangan kau bertulah ye... Hiiiiiii!" Paman ngeri sendirian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar