Senin, 06 Juni 2011

(Hahay Story 048) PARUH BAYA

Pekerjaan menjadikan orang mempunyai kesibukan dan berwacana baik tentang mengisi waktu. Sebagai pengusaha daur ulang sampah atau peternak ikan air tawar adalah  gawai yang halal. Kedua pekerjaan itu telah merubah ekonomi pak Sato dan Rakusih. Rakusih yang hidupnya mulai membaik setelah menjadi pengusaha daur ulang sampah, baik itu pelastik, kertas, atau juga kaleng. Pak Sato adalah peternak ikan, di kolam-kolam miliknya ada ikan lele, bawal, mas, dan gurami. Sekarang keduanya terkenal makmur, sukses mengurusi bisnisnya dan sukses pula di kampung ini, kampung yang bersebelahan dengan pasar dan kaum yang menempati hidupnya berkutat di bawah jembatan layang.
Sore itu keduanya tengah bercengkrama di kebun di sebelah kolam-kolam milik pak Sato. Keduanya sudah cukup umur, tuiiiiir. Berkelakar dan bercerita tentang kepenatan sehari-hari sebagai pengusaha. Ditemani kopi dan gorengan tempe mendoan buatan bu Sato, keduanya sesekali menyeruput dan sesekali mengunyah. Duduk di hadapan kolam dan pandangan dapat langsung tertuju ke arah jalan raya tempat orang lalu lalang menuju atau kembali dari pasar. Kedua paruh baya ini tiba-tiba terkesima dengan sesosok aduhai lewat lintas di hadapan mereka, perempuan muda berbusana minim, berkulit putih dan berambut merah bluceri (bule ngecet sendiri). Ketika mengangkat tangannya merapikan rambutnya, ketiak sang gadis pun tersibak, terlihat bersih dan segar. Kedua paruh baya menelan ludah, dan keduanya terkejut ketika istri pak Sato keluar menghantarkan singkong rebus dengan ditaburi parutan kelapa. Gelagapan salah tingkah.
“Ayo dimakan pak Kusih.” Bu Sato menyuguhkan di atas meja bambu, kedua paruh baya itu berusaha bersikap wajar seperti tidak ada kejadian apa-apa.
“Kenapa kalian berdua seperti gugup? Kok tiba-tiba jadi diam, senyap begitu saja?” tanya bu Sato yang sebenarnya sudah tahu saat sebelum tiba di hadapan keduanya ia juga memperhatikan wanita tadi.
“Ah tidak kenapa-napa, bu.” Jawab Rakusih sambil memperbaiki posisi duduknya dan berusaha tampil wajar.
“Oh ya, Sih! TV di rumah sudah diganti yang baru belum?” Giliran pak Sato berusaha mengalihkan pembicaraan. Rakusih yang ditanya masalah TV-nya malah kebingungan. Kepalanya kekanan kekiri keatas kebawah. Lalu seperti mengerti sendiri maksud tujuan Sato menanyakan perihal TV adalah pertanyaan kiasan. Rakusih mengangguk-angguk kencang dan menjawab tegas.
“Oh ya TV. TV…. ehem, TV di rumah masih bagus, masih 45 inch, suaranya masih kuenceng, cuma kadang-kadang remotnya gak nyambung. Yah cuma remotnya doang.” Jawab Rakusih sambil mengangguk-angguk. Bu Sato mengkernyitkan dahi hingga kedua goresan celak alis mata menyatu menjadi satu garis lurus. Bu Sato bingung, lalu ia mengambil bangku dan duduk di sebelah pak Sato.
“Oh bagus lah kalo begitu. Tapi gak ganti TV baru kaaaan?” Tanya pak Sato lagi.
“Emangnya TV mu kenapa Kusih?” Tanya bu Sato menimpali pertanyaan lalu menyuruput teh manis hangat. Udara di sore itu sejuk bukan main karena siangnya baru turun hujan.
“Ohhh oh oh, ndak apa-apa. TV di rumah masih TV cembung bu. Cuma gambarnya sering rusak dan suaranya sering melengking. Dan masih TV yang lama.”
“He he he.” Rakusih dan Sato cengengesan menahan geli, bahkan menahan tawa ngakak dihadapan bu Sato. Sementara ibu Sato hanya manggut-manggut.
“Pak Sato sendiri sudah punya TV baru lagi. Maksud saya nambah TV baru lagi?” Gantian pak Rakusih yang bertanya. Mendapat pertanyaan begitu Sato gelagapan karena ada bu Sato di sebelahnya.
“Ah kami tidak suka menonton TV berlama-lama. TV kami masih yang dulu.” Bu Sato yang menjawab. Pak Sato mengangguk-angguk kencang sambil menunjuk-nunjukan jari jempolnya ke arah Rakusih, Sato senang dengan jawaban istrinya. Rakusih cengengesan sendirian, dalam hatinya memaki-maki Sato, “mampus lu Sato!”
Sato manggut-manggut menyeringai menyombongkan diri. Selamat fikirnya.
“Hape kamu sekarang ada berapa?” Tanya pak Sato giliran bertanya pada Rakusih. Rakusih kaget lagi dengan pertanyaan Sato tersebut, karena sungkan dengan bu Sato ia menjawab penuh kehati-hatian.
“Ah handphone saya masih ada tiga. Rencananya mau nambah satu lagi.” Rakusih pongah dengan raihannya.
“Wah hebat yah kamu.” Bu Sato memuji.
“Hhuh.” Sato mencibir.
“Kamu sendiri punya berapa Sato?” Tanya Rakusih dengan mengalun, pertanyaan yang sarat sindiran. Sato menengadahkan kepala mengangkat dagunya tinggi-tinggi.
“Aku sih cuma dua tapi tiga bulan sekali ganti dengan model baru. Yang chasisnya ramping-ramping dan baterenya tahan lama.” Kepala Sato manggut-manggut senang bisa membalas, sedangkan Rakusih tangannya gatal kepingin menggaruk mukanya Sato.
“Ah kalo begitu aku pamit dulu. Lain kali, lain waktu, aku main lagi. Makasih jamuannnya wahai sahabat ubananku.” Rakusih yang selalu mengecat rambutnya agar tampak selalu hitam menyindir rambut Sato yang belang-belang menyilang, rapi seperti zebra-cross.
“Ha ha ha. Iya iya.” Jawab bu Sato tersenyum senang.
“Gih sana!” Sato kesal. Tapi keduanya sahabat kental, saling menyindir dan saling merindukan.
Rakusih berjalan pongah keluar dari kebun milik pak Sato, berjalan ke arah pasar.

Sepuluh hari sebelumnya. Di tempat pengolahan daur ulang, lapak milik Rakusih. Keduanya tengah bercengkrama membincangkan tentang istri dan selingkuhan. Mereka berkias membandingkan diri, mengibaratkan istri itu bagaikan TV dan selingkuhan itu ibarat handphone. Kalau lagi tidak punya uang enakan nonton TV di rumah, sedangkan kalau lagi punya banyak uang enakan jalan-jalan bawa handphone. Kalau TV lagi kumat biasanya hanya diservis atau dibiarkan membaik sendiri. Kalau hape lagi kumat mendingan cari hape yang keluaran baru dan masih orisinil.
Keduanya terkekeh-kekeh, pemuda paruh baya, uzur dan gaul. Sedang asyik membagi tips dan kebolehan. Saran terbaik hari itu adalah, “Jangan sekali-kali meletakan handphone bersebelahan dengan TV. Karena radiasi handphone bisa mengakibatkan layar TV rusak, suara TV-nya akan putus-putus, atau bahkan tabungnya bisa meledak. Jadi…. Jauhkan hape mu dari TV..!”
“Hua ha ha ha ha ha.” Keduanya terbahak-bahak.  
 Ahayyya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar