Kamis, 03 November 2011

“JALuR ANGiN”



Berdiri di tengah jalur angin
diatas bebatuan di titik puncak kurva lembah
angin selalu terjepit diantara dua dataran tinggi
yang kanan sangat tinggi dan jauh
yang kiri sedang dan dekat
angin yang akan melalui seperti  tertekan kearah berlawanan arah pandangku
hingga angin membawa semua yang ia bawa dari kotamu
 serbuk bunga, debu jalanan, bau acid kota, warna kelabu asap kendaraan,
dan semua yang terlihat dari atas ini
seperti memberikan aroma, rasa dan warna
tapi satu yang tertinggal tak terbawa angin
ialah  aroma indah dirimu

sementara hujan mulai turun
sejuk sekali temperatur
angin membaurkan air hujan dan cahaya matahari yang berpendar membentuk pelangi
kencangnya angin membawa butiran halus air hujan
menerpa wajahku air bening dingin membasuh muka
dari sudut-sudut mataku tak terasa air ikut terbawa bersama butiran lembut embun dan hujan
tak bersuara tapi terisak
udara di dada berpacu dengan degup jantung memompa kencang
sesekali tersedak dada terasa nyeri

aku hanya memiliki sedikit saja bayang-bayang dan kenangan dirimu
kalau kau pergi begitu cepat kenapa kau tinggalkan nestapa kerinduan disini
di jalur angin ini selalu saja ada butiran embun yang menyublim

aku terpaku menatap kota
rasanya aku ingin berlari kesana
tetapi akar ilalang mengikat kakiku disini
batang-batang pinus merangkul pinggangku agar aku tak pergi
kata mereka,
 “tak ada gunanya lagi,
sudah pergi bersama angin,
tinggallah disini lebih lama lagi”,

Aku…….
Adalah orang yang rendah.
Tak berdaya menghadapi haru dan rindu

-o0o-

Menandai Hari, menjelang takbir Idul Adha
Selalu terkenang kisah Ibrahim maka aku terkenang engkau
Alm Ayahnda Tersayang
Maafkan anakmu
03112011

2 komentar:

  1. wow........ saya suka puisinya mas...:-)

    BalasHapus
  2. Thanks Edi,,, saya juga suka kehadiranmu he he he he, selamat mampir

    BalasHapus