Menjelang masuk sekolah menengah pertama, Uyung mulai
memikirkan memilih mana sekolah yang bisa ia masuk dan tentu menerimanya sebagai
murid. Dari berbagai opsi yang bukan pilhan, karena faktor keuangan dan jarak
yang dekat dengan rumah lah yang menjadi opsi, itu juga kalau diterima. Maklum
saja Uyung bukan anak yang pintar, tetapi Uyung anak yang pintar-pintaran,
hebat menyiasati hidupnya yang pas-pasan dan tidak neko-neko. Kalau rasa-rasa, keinginannya banyak, tapi Uyung tahu
diri.
Sejak menyukai tiga perempuan pilihan hatinya maka
Uyung berambisi untuk bisa lolos seleksi dimana sekolah yang menjadi tempat pilihan
teman-temannya itu. Ia selalu ingin bisa bersama terus. Bercanda dan berbagi.
“Yung! Kalau kau lolos seleksi nanti aku kasih kau hadiah baju seragam!”
suara merdu Murni menggoda. Uyung tersenyum membalas sebagai ucapan terima
kasihnya. Dalam hatinya ia tahu bahwa ia tentu sanggup membeli seragam sekolah
dari hasil tabungannya memetik kelapa.
“Yung! Kalau kau lolos seleksi aku juga mau kasih kau hadiah. Aku akan kasih kau buku tulis dan
alat tulisnya sekaligus.” Si Desi tak mau kalah dari Murni. Uyung kembali membalas dengan
senyuman. Dlam hatinya ia belum menyiapkan uang buat beli alat-alat tulis baca.
“Yung aku juga mau kasih kau hadiah kalau kau berhasil lolos seleksi. Kau kan sebenarnya bisa, cume
saje kau ni agak malas aja. Aku akan kasih kau sepatu. Bagaimana menurut kau?”
Uyung meringis mendengar kata malas dari mulut Tuti, tetapi mata genitnya membuat
Uyung ringkih. Dalam hatinya bertanya, kenapa semuanya mau
memberinya hadiah. Uyung sadar sepenuhnya bahwa mereka tahu amak tak mungkin
sanggup membeli kesemuanya sekaligus. Dan Uyung juga tak mahu melepaskan
kesempatan untuk tidak satu sekolah dengan mereka yang baik hati ini.
“Oke.” Jawab Uyung penuh percaya diri dengan kedua
jempolnya ke udara tanda setuju.
-o0o-
Setelah beberapa lama Uyung kerja
buat paman Izat baru kali ini ia mendapat hadiah. Setelah
memetik kelapa Uyung berniat pamit pulang, tetapi langkah Uyung terhenti di
depan rumah paman Izat.
“Yung jangan pulang dulu lah. Tunggu kejap. Aku ada nak bagi kau hadiah.
Nih, kau terimalah” dengan tegap langkah pak Izat mendekati Uyung yang baru
akan menggoes sepedanya. Dengan kebingungan dan muka agak kemerahan, malu, Uyung
tak jua mengulurkan tangannya menerima hadiah tersebuti.
“Kenapa kau ni.. Oii nak, ambik lah!” paman memaksa.
Akhirnya Uyung menerimanya kotak kecil bertuliskan hape bermerek sejuta umat.
“Untuk ku paman?”
“Ye iye laaah buat siape lagi?”
“Tapi buat ape ini paman?”
“Ini namanye hape. Buat berkomunikasi. Jadi kalau de
ape-ape bisa cepat kau panggil paman, atau sebaliknye jika paman butuh kau kan
bisa cepat kau datang.lagi pulak kau kan sudah besar dan tau kebutuhan, jadi
kau bisa menggunakannya dengan hemat-hemat.”
“Kalau itu aku juga tau paman. Buat bertelepon. Tapi
maksudnya ape paman bagi aku hape?”
“Ini hadiah bukan buat kau. Tapi buat kebaikan kau dan
amak. Buat kejujuran kau. Dan buat kerja keras kau. Ini hadiah berserta
pulsanya. Jadi setiap bulan aku akan bagi kau duit buat beli pulsa. Jadi kau
jangan takut, tak akan potong dari gaji engkau.”
Uyung menjatuhkan sepedanya dan memeluk paman. Lalu paman
membalasnya dengan memeluk erat-erat. Sementara Murni mengintip dari balik
jendela kamarnya.
Sesampainya di rumah Uyung langsung memberikan
hape tersebut kepada amak. Supaya nanti bisa dipakai bersam-sama. Jadi Uyung
bisa sms buat ibu guru atau bapak guru jikalau Uyung tidak bisa masuk sekolah.
-o0o-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar