Adul tak terfikir akan menjadi seorang tukang bunga.
Awalnya ia hanya menjadi penerima bunga sisa atau bunga yang sudah dibuang
orang, orang yang akan pindah rumah memberikan sisa bunganya pada Adul. Dengan
sabar lalu ia memperbaiki dan menukar media tanamnya, dan wow, tumbuhlah bunga
itu segar kembali. Ternyata bunga-bunga itu mengeluarkan kelopak bunga yang
penuh warna-warni. Kepada sanak saudaranya yang setiap kali ia berkunjung, Adul
selalu membawa bunga sebagai hadiah, dan selalu disambut hangat pemberiannya
tersebut sebagai hadiah yang indah. Maka Adul berniat ingin membagikan bunga
tersebut sebagai hadiah kepada setiap tamu yang datang kerumahnya.
Beberapa hari kemudian, di rumah ibunya kedatangan tamu
teman ibunya yang sudah lama tidak berkunjung. Sebagai hadiah Adul
memberikannya sebuah tanaman bunga segar. Betapa dengan ikhlasnya Adul
membagikan bunga yang sudah sehat kembali itu, baik kepada tamu dirinya, tamu
dari adiknya, atau tamu dari ibunya. Lalu teman ibunya itu dengan senang
menerima bunga cantik pemberian Adul. Tiga hari kemudian teman adiknya Adul
memberikan bunga untuknya. Dalam hati Adul terkesima, bahwa ia baru saja
berniat membagikan dan baru saja ia membagikan satu pot bunga kepada teman
ibunya maka hari ini ia mendapatkan dua pot bunga berisi enam batang tanaman
yang hampir layu.
Hari-hari berikutnya demikian pula. Ia memberikan bunga
kepada teman-teman ibunya. Beberapa hari kemudian salah satu teman ibunya
mengirimkan Adul bunga-bunganya yang hampir mati sebagai hadiah buat Adul.
Betapa terkejutnya Adul, semakin ia berniat untuk mengurangi jumlah tanaman
peliharaannya malah semakin bertambah banyak pula tanaman-tanaman yang datang
untuk ia perbaiki dan ia rawat. Adul lalu berfikir bahwa ia merasa ditunjuk
sang Khaliq untuk menerima rahmat ini. Setiap kali ia merasa senang dan ikhlas
memberi maka semakin banyak ia menerima tanggungjawab untuk merawat yang
lainnya. Lama kelamaan
tanamannya mulai memenuhi perkarangannya.
Karena semakin banyak tanaman itu maka semakin besar
biaya perawatannya, dan untuk menutupi kebutuhannya tersebut Adul pun menjual
sebagian tanamannya. Tapi
tanaman itu tumbuh pesat dan dari biji-bijinya telah tumbuh benih baru. Menyadari
bahwa tanaman Adul bukannya berkurang tetapi malah bertambah banyak. Karena
keterbatasan halamannya Adul pun memutuskan untuk menyewa lahan agar dapat
menampung semua tanaman miliknya. Dalam hitungan bulan tempat itu pun juga
mulai penuh dengan tanaman hias miliknya. Melihat kesuksesan yang Adul raih ada
pedagang bunga lainnya yang cemburu atas keberhasilan Adul. Menunggu disaat
Adul tidak ada ditempat ia pun mencuri semua tanaman hias Adul.
Keesokan harinya ketika Adul mendapati semua tanaman hiasnya
raib Adul pun sedih bukan kepalang. Biasanya
Adul selalu ikhlas memberikan bunganya kepada orang-orang secara gratis, tetapi
untuk pencuri itu Adul tidak bisa ikhlas. Wajar saja, siapa pun tidak bisa
ikhlas jika barang kesukaannya dicuri. Hati Adul pun mulai risau, karena dari
penjualan tanaman hiasnya inilah sumber pencahariannya terputus. Tak satu pun
tanaman hias itu disisakan pencuri. Adul pun pulang dengan hati sedih.
Berhari-hari
setelah kejadian itu, tak ada satu pun bunga yang telah raib itu terganti. Di
dalam kerisauan fikirannya, Adul pun takjub dengan apa yang terjadi. Jika ia
memberikan satu pot bunga dengan ikhlas maka tak butuh waktu lama ia telah
mendapat kembali gantinya, bahkan dengan dua kali lipat jumlah yang ia dapat.
Tetapi kali ini ia dirampok, hatinya sulit sekali untuk mengikhlaskan kehilangan
tanamannya, bahkan atas kesedihannya itu ia telah mengadukannya kepada sang
Khaliq, tetapi tak satu pun ada orang yang memberikan bunga untuk ia kembangkan
kembali seperti dulu.
Hari berikutnya dengan lemah tanpa
semangat ia pun mengunjungi lahan sewaannya tempat ia biasa berjualan bunga.
Hari itu tak ada gairah sama sekali, ia hanya berniat untuk memberesi tempat
itu lalu setelahnya ia segera pulang. Sesampainya ia disana ia mulai
membersihkan tempat itu, disaat ia membersihkan tempat itu ada dua kaleng bekas
susu yang berfungsi untuk mengganjal meja yang sudah tak berkaki. Tanpa ia
sadari salah satu dari dua kaleng itu berisi benih tanaman hias yang tak
sengaja ia simpan. Sambil mengangkat alas meja itu Adul tak sengaja
menendang kaleng tersebut dan berbunyi kemericik sepertinya kaleng itu berisi
kerikil.
Adul pun
mengangkat kaleng yang bergemericik itu. Betapa terkejutnya Adul setelah ia
membuka kaleng itu, ia mendapati benih yang banyak sekali untuk bisa ia tanam
kembali, semua benih itu masih dalam keadaan baik dan masih bisa ia tanam. Adul pun teringat kata-kata
ibunya yang memuji Adul kepada teman-teman pengajian ibunya, “Adul itu
tangannya dingin kalau tanam menanam. Apa yang ia tanam kemungkinan besar pasti
tumbuh!” Hidung Adul kembang kempis membayangkan pujian ibunya. Dengan semangat
ia pun pulang ke rumah. Dalam hati Adul berfikir, “Ternyata tidak semua yang
bisa pencuri itu ambil dari ku, ilmu pengetahuanku akan tanaman dan bibit bunga
ini lah yang telah luput dari mata mereka.”
Dengan kemampuan itu lah Adul kembali
menanam bunga-bunga hias itu. Awalnya dari satu bunga kembali kepada satu
kaleng bibit. Walaupun sulit untuk ikhlas merelakan semua yang telah hilang
tetapi tak semua yang hilang itu bisa dicuri. Yang Tuhan kembalikan itu bukan
tanamannya yang hilang tetapi kemampuannya yang hampir ikut tercuri. Dengan
susah payah Adul memulai kembali usaha tanaman hiasnya, kali ini ia harus lebih
berhati-hati.
Ahahahayyya…
-o0o-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar