Minah
seorang buruh harian, perempuan tua tukang cuci gosok pakaian, sejak muda sudah
menjadi tukang cuci gosok harian. Kisah sedihnya berawal dari perpisahannya
dengan suami, kisah rumah tangganya berhenti begitu saja, dengan egois suaminya
meninggalkan Minah. Saat itu sang suami meninggalkan anak semata wayang dan
nasib yang tidak jelas buat Minah, tapi Minah sudah menganggap suaminya itu
mati disambar geledek.
Suhari
adalah majikannya yang sekarang. Orangnya sangat baik pada Minah, bahkan Suhari
mau menyekolahkan anaknya. Hari itu Suhari tengah gusar, uang hasil menjual
hasil ladangnya telah raib dirampok. Kala itu rumah Suhari tengah kosong tak
berpenghuni. Sebagian uangnya akan ia kirim kepada ayah dan ibunya untuk
berobat ayahnya yang sedang sakit. Betapa terpukulnya jiwa Suhari, seharian ia
kasak kusuk, mondar mandir mengelilingi ruangan rumahnya seperti orang
kerasukan setan. Minah memperhatikan saja tanpa sedikit pun teguran buat
menenangkan majikannya, ia takut kena marah majikannya.
Sejak
kemalingan tingkah Suhari mulai stress dan tegang, sepertinya ia berusaha
menahan emosinya yang meledak-ledak. Terdengar caci maki buat orang yang tega
mengambil hartanya Suhari. Tampaknya ia mulai hilang akal, ocehannya tak
keruan. Akhirnya kaki Suhari letih juga, kemudian ia mengambil bangku dan duduk
di belakang Minah yang tengah menyetrika pakaian Suhari. Dengan suara bergetar
Suhari menceritakan perihal kehilangan uangnya dan sebagian barang berharga
miliknya. Tanpa maksud mau menuduh Minah, dan Suhari pun menceritakan
kekesalannya pada pencuri itu. Bahkan
Suhari mengutuknya setiap kali ia kesal dan teringat akan uangnya yang hilang.
Tapi
Minah tidak dapat membantu apa pun. Maka Minah hanya bisa menceritakan nasibnya
saja sebagai perbandingan buat Suhari. Dahulu, beberapa bulan bersama majikan
lamanya, tatkala ia tengah bekerja untuk seorang ibu yang tingkat ekonominya biasa-biasa
saja. Dan ibu tersebut seorang janda
beranak tiga, hidup sederhana dari penghasilan berdagang kelontong. Kesibukan
ibu tersebut membuat ia memilih Minah untuk dipekerjakan sebagai buruh harian
cuci gosok pakaian dirinya dan ketiga anakanya.
Tetapi
pada suatu hari sang nyonya kehilangan harta berharga miliknya, lalu ia mencari
ke seisi rumah, dan menanyakan kepada ketiga anaknya, semua menjawab tidak
tahu. Semua mengatakan tidak tahu, dan
yang tersisa hanya Minah yang belum memberikan alibi. Akhirnya timbul prasangka
bahwa pelaku pencurian itu adalah sang pramu wisma tersebut. Wal hasil ia
menghusir sang asisten rumah tangga itu, sambil mengancamnya, “Jangan pernah sekali-kali
kembali ke kampung ini, apalagi untuk mencari nafkah disini! Pergi.”
Karena Minah merasa tidak melakukannya tetapi ia sudah terlanjur
terdakwa tanpa ada pembelaan kata-kata. Namun hardikan sang majikan itu
benar-benar tertanam dalam fikirannya yang lugu. Walau setelah sekian lama
kejadian itu terjadi namun ia tidak pernah menginjakkan kakinya ke kampung itu
lagi, apalagi untuk mencuci gosok pakaian sebagai mata pencahariannya.
Sampai saat ia menceritakannya kepada Suhari, hati Minah
masih saja takut untuk mencari nafkah di kampung itu apalagi untuk berkunjung
barang sejenak. Tapi sekarang Minah telah bekerja sebagai tukang cuci gosok
pakaian harian di kampung ini, yang ternyata aman-aman saja dan di kampung ini
tak terbukti bahwa ada barang yang hilang, sampai saat ini saat mas Suhari
menceritakan kehilangannya. Minah tidak mau kehilangan untuk kedua kalinya,
tapi seandainya mas Suhari mau mengatakan sesuatu tentang pemutusan kerja tapi
Minah memohon agar Suhari jangan mengusir dirinya dari kampung ini. Suhari yang
sejak tadi mendengarkan cerita Minah hanya terpaku dalam tenang duduk bersandar
di bangku. Fikirannya mulai tenang dan akalnya mulai kembali. Ia berdiri dari
bangku dan meninggalkan Minah sendiri tanpa kata-kata, ia kemudian masuk kamar
dan berbaring diatas kasur.
Matanya menerawang ke langit ke tujuh menembus
langit-langit rumahnya. Suhari terbayang tentang kejadian pemulung yang
digebukin massa yang kebetulan ia ikut hadir disana sebagai orang yang juga
punya dendam perasaan sebagai sesama korban. Betapa babak belurnya pemulung itu
yang ketahuan memungut sepatu baru dari dalam teras rumah. Kemudian ia pun
tertuduh atas dosa mengutil perkakas rumah orang yang masih dipakai, atau
peralatan rumah tangga yang sengaja ia pindahkan kedalam gerobaknya, padahal
itu dosa yang dilakukan pemulung lain, bukan dirinya yang hanya mengambil
sepatu doang. Lantas orang se RT bahkan RT tetangga ikut memukuli atas nama
pernah juga kehilangan, maka orang ini adalah korban yang salah, tetapi tempat
yang tepat untuk pelampiasan kesalahan orang lain juga.
Suhari mulai terkesima mendengar cerita Minah tadi. Lalu
yang terfikirkan olehnya perasaan yang sama telah kehilangan barang berharga,
dengan dada yang masih sesak dan penuh lalu Suhari meminta kepada Tuhan agar
orang itu ditutup pintu rezekinya. Sejak saat itu Suhari mulai berkeras hati
untuk tidak mengampuni orang yang berprofesi maling, bahkan perasaan tidak ada
ampun baginya adalah hukuman yang layak. Tetapi hari ini Suhari sedikit
mengelus dada, tak seharusnya ia memintakan hal begitu.
Betapa sebenarnya Tuhan itu maha Pemberi, maha Pengampun,
dan maha Pemurah. Hari ini dia seperti mendapat teguran dari
cerita si mbok Minah. Betapa Tuhan telah melunakkan hati orang lain, di kampung
lain, mampu menerima si mbok tukang cuci gosok ini. Bahkan di kampung ini Minah
diperlakukan jauh lebih baik, dan anaknya mendapat bantuan dana buat sekolahnya
dari warga disini. Si mbok memang seorang janda beranak satu, sudah tanpa suami
sejak anaknya masih bayi. Tapi
ia terpelihara dari kesusahan dan kemiskinan. Dia dengan keluguannya bertahan
hidup di kampung lain dengan harapan ada orang yang membutuhkan tenaga dan kemampuannya
yang sedikit, hanya tukang cuci gosok pakaian.
Begitu juga buat maling yang terkutuk itu, terfikir oleh
Suhari akan pengampunan Tuhan buatnya, juga dimurahkan pintu rezeki lainnya
buat dirinya, juga pemberian Tuhan berupa kesempatan kedua.
Pernah juga Suhari dengar tentang cerita orang yang telah
mengampuni orang yang telah mencuri darinya, bahkan mendoakan pintu taubat buat
maling itu agar ia dapat melepaskan beban penghukuman yang seharusnya itu bukan
tugasnya, tetapi tugas Tuhan. Itulah kampung lain yakni kampung penuh harapan,
menyembuhkan hati dan nasib Minah dengan perlakuan baiknya. Sejahat apa pun
oknum, selalu ada tempat lain untuk ia kembali ke pangkuan Tuhan dengan amal
baiknya, karena Tuhan menyediakannya kampung-kampung penuh taubat, untuk itu Suhari
merasa sia-sia atas amarahnya itu. Kemudian ia sujud syukur
atas teguran dan sapaan lembut Tuhan melalui Minah.
saya buka halaman ini malah lama mantengin photo perahu, wkwkwkwk :D sambil baca2 juga
BalasHapusha ha ha.. bagus gak mas perahunya?
BalasHapus