Sabtu, 03 Desember 2011

“Prihatin Berlebihan”


Ada yang hadir cuai
ada taman yang sangat lestari
ada bianglala pula menemani
ada alas di bawah beringin tua
ada yang tidak menyambut kedatangan dirinya
bersimpuh melenggak-lenggok manggut-manggut geleng-geleng
enam murid  satu guru ribuan zikir
sedang khusyuk mengagungkan keagungan

tak lagi  menikmati pemandangan asri yang hadir hari ini
dia coba mengekor
berusaha mengusik
duduk di alas di saf belakang membeo
semua hikmat
gak lagi enak
gak juga asyik
ia beranjak main di taman

Dia berikan pertanda diatas dataran tanah coklat
sebuah garis dari kumpulan serbuk merah batu bata
membentuk  sketsa lukisan wajah dan tubuhnya
banyak yang tak menghargai wajah jeleknya
kecuali dirinya sendiri

Dia adalah warisan peradaban manusia
dua manusia melampiaskan nafsu di malam bungkam
di rahim ibunya ia diam hampir tiga belas bulan dan sembilan malam
hingga suatu pagi buta terbitlah dirinya bersama ufuk jingga
lahirnya hampir tak diterima semua termasuk tetangga
kedatangannya juga membuat ngeri orangtuanya
kecuali seorang penyair tua tak berkeluarga

tubuh tinggi, tangan pendek berotot kuat,
tulang punggung bengkok udang jadi pendek seperti membungkuk,
kurus dengan pinggang ramping tipis,
kulit bersisik gelap,
wajah pucat, rambut ikal kasar,
mata belok, hidung pesek
mulut kecil dengan gigi kelinci ngetril,
bibir tebal warna keungu-unguan,
telinga mengkerut,
leher pendek,
dengkul membentuk aksara x,
hidung selalu kembang kempis seperti kecapaian,
perut melembung,
pantat menggantung,

pakaiannya punya dua saja
satu di cuci satu dipakai
makannya tak pernah kenyang
tapi dia terjaga dari kelaparan dan sakit
kegembiraan selaras dengan nuansa dan sabda alam

jalannya saja lucu
suaranya terdengar lucu
gerak tubuhnya terlihat lucu
tatkala bersenandung dengan kombinasi ketiganya
lahirlah lagu dengan koreografi aneh

Yang lagi khusyuk pun terganggu sudah
terkejut dan mencoba memalingkan muka
guru dan murid terkesima
sorot mata cermin ketidak-sukaan
raut muka tunjuk ketidak-senangan
menyebutlah
ngerasani
selama hidup di dunia belum pernah melihatnya
saling membeberkan kejelekannya
dalam hati ada yang mengumpat
mencoba menalar akal
di dunia celaka

Dia yang malah acuh seperti tak terganggu
seperti tak mendengar olok-olokan, amit-amitan, akal-akalan
ia sudah lama melatih diri semedi dalam tarekat jasad
melupakan kenikmatan dunia yang sementara
mengejar yang lebih hakiki
mempuasakan mulut hatinya dari nyerocos ngawur
melakukan uzlah di hiruk-pikuk keramaian
tembangannya langgam urip

Mereka keluar dari batas
mengusir dari taman indah itu
dan menyuruh diam apalagi bernyanyi
walau tadi tak mau menyahuti
akhirnya watak kemanusiaannya kambuh
tapi tidak dengan sakit hati
hanya untuk pelipur dahaga
meneguk sari buah-buahan buatannya
ia meladeni akademi mahaguru dan siswa

“Hai kau orang jelek, siapakah kau, dari mana kau datang?”

“Aku Kon... (alat kelamin),
aku manusia, lelaki sejati,
datang dari rumahku di tengah bumi.
Dan jelek itu dari mana datangnya
picik betul pikiran kalian
seperti malam kemana perginya terang,
seperti panas kemana perginya dingin.” 

Serempak terbelalak
perut bergetar sampai mengguncang bahu-bahu
tak lagi tahan sedari tadi kuasa
akhirnya meledak tawa
mereka tergelak lupa diri

“Nama tidak lumrah layaknya manusia,
nama adalah doa, tapi itu cabul,
haram, najis, makruh.
Jelek itu jelas adanya
rupamu tak serupa kami
pakaianmu tak sama seperti kami.
Nama mu membuat sial, membuat orang lain durhaka jadinya.
Tidak pantas, disebut dalam kitab membenci yang haram.
Menghina orang sedunia.”

“Aturan kalian keliru,
siapa yang mengelus rahasia sungguh manusia utama,
itulah sebenarnya sialnya,
hanya namaku saja nama rahasia yang Mulia.

Pakaianku ku rajut sendiri
punyamu bertumpuk itu najis kalau disimpan banyak
sedang najisku sudah bercampur tanah
makananku ku tanam sendiri
aku makan setiap hari dengan makanan ku pilih
dan najisnya menjadi pupuk menjadi gunung

Memang benar kesedihanku
ketempatan barang yang gelap dan tak lumrah
dari kecil sampai sekarang
dari wajah, nama dan pola kerja hidup

Kebahagianku senandungku
akulah tempatnya zikir sesungguhnya
kursi yang Mulia berada
bukan adab bukan budaya
kepada yang Mulia pula kembalinya.

Dari awal kalian lupa diri.”

-o0o-

Menandai hari 03122011
Menguji sakti, sehabis hujan-hujanan seharian.

2 komentar: